TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selain untuk Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno, commitment fee Rp 6 miliar untuk membereskan permasalahan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia, akan mengalir ke Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv.
Dalam dakwaan Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohanan atau Mohan Nair disebutkan Muhammad Haniv juga mendapat bagian dari Rp 6 miliar.
"Terdakwa (Mohan) menegaskan bahwa uang yang akan diserahkan terdakwa sebesar Rp 6 miliar termasuk untuk Muhammad Haniv sebagaimana isi pesan komunikasi whats app terdakwa kepada Handang Soekarno," kata Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Ali Fikri di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (13/2/2017).
Isi pesan tersebut adalah 'Pak soal tadi max 6 termasuk Hnf mohon bisa di selsaikan trmksh' dan dijawab Handang 'Siap pak segera sy selesaikan pak'.
Dari uang Rp 6 miliar tersebut, hanya 148.500 Dolar Amerika Serikat atau setara Rp 1.998.810.000 yang sempat diserahkan Mohan kepada Handang. Usai serah terima, keduanya langsung ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Berdasarkan dakwaan Mohan, uang tersebut untuk mengatasi sejumlah masalah pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia.
Permasalahan pajak yang dihadapi PT EK Prima antara lain pengajuan pengembalian kelebihan bayar pajak (restitusi), surat tagihan pajak pajak pertambahan nilai, penolakan pengampunan pajak (tax amnesty) dan pemeriksaan bukti permulaan pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA Enam) Kalibata dan Kantor Kanwil Ditjen Pajak Jakarta.
PT EK Prima memiliki restitusi pajak senilai Rp 4.533.578.900 pada periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2014. Restitusi tersebut diajukan Mohan pada 26 Agustus 2015 ke KPP PMA Enam.
KPP PMA Enam kemudian mengimbau PT EK Prima melunasi utang PPN pembelian kacang mete gelondong tahun 2014 sebesar Rp 36.876.570.880 dan tahun 2015 sebesar Rp 22.406.967.720. Mohan kemudian pada 30 Juni 2016 mengajukan surat keberatan yang menyatakan tidak sependapat.
Kepada KPP PMA Enam Johnny Sirait kemudian mengundang Chief Accounting PT EK Prima Siswanto untuk menyarankan agar perusahaan tersebut mengikuti program tax amnesty. Surat yang dikirimkan KPP PMA Enam kemudian tidak dibalas oleh Mohan.
Pemeriksa Pajak KPP PMA Enam yang sebelumya berkesimpulan dapat memenuhi keinginan pengajuan restitusi pajak PT EKP kemudian menolak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) karena adanya instruksi Johnny Sirait yang mengatakan transaksi PT EKP tidak dapat diyakini kebenarannya.
PT EK Prima juga memiliki Surat Tagihan Pajak PPN pada 6 September 2016 untuk masa pajak Desember 2014 sebesar Rp 52.364.730.649 dan untuk masa pajak Desember 2015 sebesar Rp 26.440.221.909. PT EK Prima juga menghadapi masaah karena akan di-bukper (bukti permulaan) oleh KPP PMA Enam sehubungan dengan Surat Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PT EKP oleh KPP PMA Emam.
Kepala Kantor KPP PMA Enam Soniman Budi Raharjo kemudian mengeluarkan Surat Pencabuatan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak kepada PT EK Prima. Pencabuatan tersebut berdasarkan instruksi Jhonny Sirait kaerna adanya dugaan PT EK Prima tidak menggunakan PKP sesuai ketentuan sehingga ada indikasi restitusi yang diajukan tidak sebagaimana mestinya.
Muhammad Haniv kemudian pada tanggal 21 September 2016 menyampaikan permohonan pembatalan STP PPN kepada Dirjen Pajak melalui Kepala KPP PMA Enam karena Mohan tidak setuju apabila para pedagang pengumpul menjadi PKP sehingga seharusnya tidak ada PPN yang terutang dan pembebanan pembayaran PPN secara renteng.