Ia mengaku tidak mengetahui jumlah dana yang masuk maupun yang ditarik dari rekening yayasan. Sebab, pengelolaan dana di rekening sepenuhnya dilakukan oleh GNPF pascadipinjamkan.
Seingatnya hanya ada saldo sebesar Rp 2,5 juta di rekening Yayasan KUS saat peminjaman rekening tersebut.
Meski demikian, Adnin mengakui dirinya beberapa kali menuliskan surat kuasa saat GNPF melakukan pencairan dana dari rekening Yayasan KUS.
Surat kuasa diberikan kepada Bachtiar Nasir dan pegawai bank bernama Islahudin Akbar.
Meski begitu, Adnin menyebutkan dirinya selaku ketua, sekretaris dan bendahara yang juga merangkap pembina dan pengawas Yayasan KUS tidak ada yang menerima aliran dana dari rekening tersebut setelah dipinjamkan ke GNPF.
Selain itu, baik pengurus, pembina maupun pengawas Yayasan KUS tidak ada yang menjadi bagian dari GNPF.
"Jadi, kami sama sekali tidak menerima dana sumbangan (yang digalang) ke GNPF. Tidak ada uang yang masuk ke rekening pribadi kami, tidak ada kami menerima uang dalam bentuk cash," kata dia.
"Dan itu bisa diklarifikasi ke GNPF, karena memang kami tulus dan ikhlas meminjamkan rekening yayasan. Dan waktu itu saya bilang, silakan rekening ini dipinjam untuk umat, pak, tuk aksi," sambungnya.
Menurut Adnin, dengan adanya peminjaman rekening Yayasan KU untuk sumbangan aksi muslim yang sesuai bidang tugas yayasan dan tidak adanya aliran dana ke pihak yayasan, maka tidak ada pelanggaran pencucian uang maupun prosedur perbankan dan yayasan yang dilanggar olehnya.
Hal senada dikatakan pengacara dari GNPF, Abdullah Alkatiri, yang mendampingi pemeriksaan Adnin.
Bahkan, menurut Alkatiri tidak terjadi adanya dugaan pidana pencucian uang dalam aliran dan sumbangan aksi ke rekening Yayasan KUS ini.
"Yang namanya money laundering itu artinya ada pencucian uang kotor. Sementara, ini uang bersih. Kalau uang bersih apanya yang mau dicuci. TPPU itu hasil uang kotor seperti korupsi, narkoba dan sebagainya. Dan uang yang ke rekening itu dari orang-orang yang menyumbang, bukan dari yayasan," kata Alkatiri.