Dijelaskan Jonan, memang ada perubahan persyaratan divestasi di Kontrak Karya sejak 1976 yang awalnya sebesar 51 persen, berubah pada tahun 1991 menjadi 30% karena alasan pertambangan bawah tanah.
"Divestasi 51% adalah aspirasi Presiden RI agar Freeport Indonesia dapat bermitra dengan Pemerintah sehingga jaminan kelangsungan usaha dapat berjalan lancar dan rakyat Indonesia serta rakyat Papua juga ikut menikmati sebagai pemilik tambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia," tegas Jonan.
Bagaimana dengan ancaman PT Freeport Indonesia akan membawa ini ke arbitrase internasional?
Bagi Jonan, Arbitrase dalah langkah hukum yang menjadi hak siapapun sesuai perjanjian Kontrak Karya yang ada. Menurutnya pemerintah berharap tidak berhadapan dengan siapapun secara hukum karena dampak psikologis akan kurang baik.
"Namun itu langkah yang jauh lebih baik daripada selalu mengancam pemecatan pegawai sebagai alat menekan pemerintah," lanjut Jonan.
Jonan juga menambahkan bahwa korporasi global selalu memperlakukan karyawan sebagai aset yang paling berharga dan bukan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan semata. (tribunnews/yls)