TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menggelar ekspedisi kelautan mulai 20 Februari 16 Maret 2017 dalam Program Indonesia PRIMA (Indonesia Program Initiative on Maritime Observation and Analysis).
Tahun ini, sebagai tindak lanjut dari penandatanganan kerjasama antara Indonesia Amerika yang sudah berjalan 3 tahun terkait kerjasama sains dan teknologi kelautan, BMKG menggelar ekspedisi kelautan mulai 20 Februari 16 Maret 2017 dalam Program Indonesia PRIMA (Indonesia Program Initiative on Maritime Observation and Analysis).
Dalam rilis yang diterima dari Humas BMKG, Senin (20/2/2017) disebutkan, Program Indonesia PRIMA 2017 merupakan kelanjutan dari misi-misi tahun sebelumnya, yaitu bertujuan melakukan perawatan dan pembaruan buoy/mooring laut ATLAS yang merupakan bagian dari dari Program Penelitian RAMA (Research Moored Array for African-Asian-Australian Monsoon Analysis and Prediction) dengan memasang rangkaian buoy mooring laut dalam.
RAMA sendiri merupakan program kerjasama penelitian multi nasional dalam pembangunan data dasar kelautan untuk pemantauan dan prediksi sistim monsun, variabilitas iklim, dan interaksi antara laut & atmosfer global, khususnya di sekitar benua Asia dan Samudera Hindia, dan menjadi bagian dari GOOS (Global Ocean Observing System) yang melengkapi kekosongan data laut di sekitar Benua Maritim Indonesia.
Dari kegiatan ini diharapkan dapat diperloleh data-data kelautan yang nantinya berguna untuk mengkaji fenomena cuaca dan iklim yang kerap berdampak bagi perekonomian dan kehidupan masyarakat Indonesia, seperti: Fenomena El-Nino and Southern Oscillation (ENSO) di Kawasan Pasifik dan fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudera Hindia sangat berperan pengaruhnya dalam mewarnai iklim wilayah Indonesia, selain pengaruh faktor yang paling dominan yaitu monsoon, El Nino dan La Nina kerap berasosiasi dengan kekeringan panjang atau sebaliknya tahun dengan musim kemarau yang basah, peluang cuaca ekstrim dan banjir yang kian meningkat yang disebabkan oleh dinamika pola cuaca yang anomali, seperti dampak siklon tropis, penjalaran gelombang atmosfer MJO, juga oleh faktor perubahan iklim dan pemanasan global.
Laju pemanasan daratan dan lautan di sekitar perairan wilayah Indonesia telah terpantau mengikuti trend kenaikan suhu global yang sudah mencapai kenaikan 1.1°C, tertinggi pada 2016 lalu yang dinobatkan sebagai tahun terpanas.
Bagi Indonesia, Indonesia PRIMA merupakan salah satu dari 3 program utama yang menjadi prioritas agenda pembangunan kemaritiman, yakni observasi laut. Kegiatan Indonesia PRIMA dimaksudkan sebagai bagian dari gagasan Pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara Poros Maritim dunia. Kegiatan ini juga merupakan tindakan konkrit dari Kementerian/Lembaga serta masyarakat dalam mendorong pembangunan kemaritiman, menegaskan jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim.
Pada Ekspedisi kali ini, BMKG-NOAA-LIPI menggunakan kapal Baruna Jaya VIII akan membawa 3 pakar kelautan NOAA, 25 personil/peneliti BMKG dan P2O LIPI, dan 23 kru kapal dan teknisi.
Untuk menunjang kegiatan Indonesia PRIMA, maka pada kegiatan ini telah disiapkan Peralatan meteorologi-oseanografi adalah buoy yang akan ditambatkan di Samudera Hindia, peralatan penyelidikan fisis air laut terhadap kedalaman CTD, peralatan untuk penyelidikan atmosfer hingga ketinggian belasan kilometer, peralatan geofisika (gravimeter, sub bottom profiler, dan beam echosounder) akan digunakan dalam penyelidikan dasar laut, termasuk akibat gempa Piddie tahun lalu.
Ekspedisi ini akan menempuh 2 rute, Jakarta Samudera Hindia Sabang dan rute Sabang Piddie Selat Malaka Jakarta. Kegiatan ini akan dilengkapi dengan open ship dan miniworkshop yang dapat dikunjungi oleh masyarakat umum pada saat kapal bersandar di Sabang.