TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak lama setelah terpilih menjadi Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary bagi-bagi rezeki kepada 25 kepala sub direktorat Direktorat Jenderal Bina Marga senilai Rp 750 juta.
Amran memerintahkan seorang PNS Kementerian PUPR bernama bernama Abdul Hamid dan menyerahkannya kepada Ketua Kelompok Kerja (Pokja) 2015-2016 PJN wilayah 2 Maluku Utara BPJN IX Maluku dan Maluku Utara M Syafriyudin Maradjabessy.
"Amplopnya ada 25. (Total) Sekitar Rp 750 juta," kata Marabessy di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (22/2/2017).
Amplop tersebut diterima Marabessy dari Hamid di kantin Bina Marga Kementerian PUPR pada 23 Desember 2015.
Masing-masing amplop berisi Rp 30 juta.
Amplop tersebut telah disusun dalam sebuah tas dan Maradjbessy tinggal mencocokkan data kepada 25 kepala sub dit di Bina Marga.
Dari pertemuannya dengan Hamid, Marabessy mengetahui jika Hamid diperintah oleh Amran.
Sementara terkait hubungan, Maradjabessy mengaku hanya berteman dengan Hamid.
"Dia minta tolong kepada saya. (Katanya) Ada perintah dari kepala Balei untuk kasi 25 kepala (subdit)," ungkap Marabesssy.
Maradjabesay mengaku tidak menghitung uang tersebut.
Dia hanya melihat amplop tersebut telah dilem dan dimasukkan dalam amplop batik. Uang itu dibagikan dua setelah pertemuan dengan Hamid.
"Waktu itu namanya dibilang uang THR (Tunjangan Hari Raya)," kata Maradjabesay.
Maradjabessy yang bersaksi untuk terdakwa Amran mengaku menyerahkan langsung amplop berisi uang tersebut kepada para kasubdit.
Dari 25 Kasubdit, hanya tiga orang tidak ada di tempat.
Oleh Amran, amplop tersebut kemudian dialihkan kepada tiga pejabat yang lain.
Pejabat yang diingat Maradjabessy adalah Eni Anggraeni, Kabag Kepegawaian dan Ortala Bina Marga.
Uang tersebut diduga adalah permintaan dari Amran dari para pengusaha terkait pemilihan dirinya menjadi kepala BPJN IX Maluku dan Maluki Utara.
Amran HI Mustary, didakwa melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor dengan ancaman maksimal penjara seumur hidup.
Dalam dakwaan jaksa, ia dinyatakan terlibat kasus dugaan suap pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara dari perusahaan rekanan bersama sejumlah anggota Komisi V DPR.
Amran mengupayakan agar proyek tersebut dikerjakan oleh perusahaan para pengusaha atau disebut sebagai rekanan.