TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Bara Hasibuan mendukung langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam menyelesaikan masalah dengan PT Freeport Indonesia.
"Eksekutif dan legislatif satu suara mendukung kebijakan yang telah disampaikan melalui kementerian ESDM," katanya kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (23/2/2016)
Politisi dari PAN ini mengharapkan masalah yang muncul saat ini menjadi pintu masuk penyelesaian masalah PT Freeport yang selama ini melahirkan beragam praduga dan kecurigaan.
"Keberadaan PT Freeport di Indonesia telah puluhan tahun, pengoperasian selama ini sangatlah kompleks yang sering menyebabkan berbagai masalah seperti masalah lingkungan, pembagian pendapatan, dan khususnya kontribusi terhadap bumi Papua yang merupakan peninggalan dari rezim yang lama. Kita berharap semua masalah tersebut dapat dituntaskan, " ujar Bara.
Yang pasti ini adalah momentum untuk memulai babak baru dalam mengembangkan sumber daya emas dan tambang yang terletak di pegunungan Grasberg.
Dia meyakini dengan potical will dan kemampuan Presiden dan Menteri ESDM Ignasius Jonan mampu menuntaskannya.
"DPR dan rakyat berada dibelakang pemerintah, karena itu pemerintah dan pihak PT Freeport Indonesia (PTFI) diharapkan duduk bersama mencari solusi yang terbaik dalam masalah yang dihadapi saat ini, " kata Bara.
Menurut Bara, memang pemerintah saat ini diperhadapkan pada situasi yang sulit, disatu sisi
pemerintah harus menunjukkan ketegasan dan wibawa dalam menegakkan hukum dan peraturan lainnya.
Disisi lain negara ini tetap perlu menjaga iklim investasi yang kondusif untuk mendorong
pertumbuhan ekonimi yang lebih tinggi, sehingga perlu dicarikan solusi agar kedua-duanya dapat tercapai.
Selain itu, Bara mengingatkan semua pihak untuk memperhatikan dampak jangka pendek akibat perselisihan tersebut.
Menurut Bara, merumahkan karyawan atau langkah apapun yang diambil PT FI sebagai
konsekuensi pengurangan produksi seharusnya dapat selalu dikelola dampak negatifnya.
" PT FI dan Pemerintah harus mampu melakukan damage control agar langkah - langkah semua pihak produktif untuk penyelesaian masalah, " tegas Bara.
Langkah selanjutnya adalah pengelolaan dampak jangka menengah dan jangka panjang.
Bara menyatakan bahwa kita harus mengakui kontribusi PTFI signifikan khususnya untuk pembangunan Papua.
" Selama 48 tahun PTFI beroperasi, menurut data tahun 2013 kegiatan operasional PTFI
berkontribusi terhadap 91% PDRB Kabupaten Mimika, 37,5% PDRB Provinsi Papua, dan 0,8% PDB Indonesia. PTFI selama menyumbang penerimaan cukup besar baik dari royalti, pajak, maupunn bea keluar senilai US$ 16,5 miliar atau sekitar Rp219,45 Triliun (kurs Rp13.300/US$) sejak 1991. Data dari Kementerian Keuangan di tahun 2016 PT Freeport Indonesia menyumbangkan bea ekspor sebesar 1,23 triliun," kata Bara.
Bara mengatakan, sampai saat ini, PTFI juga telah menyerap total lebih dari 33.000 tenaga kerja, baik karyawan langsung maupun kontraktor.
Itu hampir 98% di antaranya adalah putra-putri Indonesia. Dari sekitar 12.000 karyawan langsung PTFI, 35,7% di antaranya adalah berasal dari Papua, 63% berasal dari berbagai provinsi di Indonesia, dan 1,3% tenaga kerja asing.
“Data sampai dengan 2013, ada 6 (enam) vice president dan 14 manajer asal Papua yang berkarya di PTFI,” kata Bara.
"Kita sadar masalah - masalah ekonomi apabila tidak terkelola dapat berkembang menjadi masalah politik. Saya harapkan kita menyadari ini dan dapat mengelolanya di tengah dinamika masalah tersebut. Intinya, dampak PT Freeport ini harus terkelola," katanya.