TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, Rabu (22/2/2017) siang memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelum diperiksa penyidik, Patrialis Akbar sempat mengaku siap membongkar habis kasus yang kini sedang disidik KPK soal uji materi Undang-undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Di pemeriksaan ini, saya akan beri kesempatan pada KPK untuk memeriksa habis saya dan semua orang yang diduga," kata Patrialis di KPK.
Bahkan Patrialis menantang KPK untuk bertemu di pengadilan. Menyoal uang suap dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman, Patrialis enggan mengomentari.
"Nanti kami ketemu di pengadilan saja," imbuhnya.
Patrialis berjanji akan memberikan keterangan sesuai fakta kepada penyidik KPK.
"Silakan sekarang saya diperiksa untuk pertama kali sejak saya ditahan, saya akan bicara apa adanya dengan KPK. Insya Allah kebenaran akan ada di pengadilan," kata Patrialis.
Patrialis disangka menerima suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi UU Peternakan yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.
Sehari sebelumnya Patrialis juga dipanggil KPK terkait dengan perpanjangan masa penahanan hingga 40 hari ke depan.
Baca: Polisi Temukan Sabu di Ruang Kepala Dinas Dukcapil Kabupaten Tanggamus saat OTT Pungli
Selain Patrialis, perpanjangan masa penahanan juga berlaku pada tiga tersangka lainnya Kamaludin (KM), Basuki Hariman, dan NG Fenny (NGF).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan pemeriksaan Patrialis dilakukan untuk melengkapi berkas perkara dan mengkonfirmasi sejumlah hal yang adalah materi penyidikan.
"Hari ini kami periksa PAK sebagai tersangka," ujar Febri.
Harapan Pemerintah
Pemerintah melalui Mensesneg Pratikno berharap hakim Konstitusi pengganti Patrialis Akbar memberikan kontribusi yang signifikan bagi reputasi dan kewibawaan MK.
Terakhir, tugas paling utama adalah menegakkan konstitusi.
"Pemerintah maunya yang seperti itu," kata Pratikno.
Pengganti Patrialis kata Pratikno harus yang terbaik di bidang hukum.
"Yang ahli di bidang hukum tentu saja. Kemudian punya integritas tinggi," ujar Pratikno.
Ia pun yakin pansel hakim MK mampu mencari pengganti Patrialis yang sesuai dengan harapan pemerintah.
Apalagi, pemilihan hakim MK kali ini lain daripada pemilihan hakim MK dari jalur pemerintah sebelumnya, yakni menggunakan panitia seleksi dengan ketua serta anggota yang kredibel di bidangnya.
"Yang jelas kami memulai dengan membentuk tim pansel yang kredibel. Kemudian memberikan kepercayaan kepada pansel. Karena pansel ini merupakan orang yang ahli di bidang hukum," ujar Pratikno.
Soal muncul wacana hakim MK berlatar belakang politikus, Pratikno enggan mengomentarinya. Dia menyerahkan sepenuhnya proses rekrutmen hakim MK kepada pansel.
Waspada Hakim Mafia Sengketa Pilkada
Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menegaskan, ada dua hal yang harus dicermati dalam proses seleksi hakim Mahkamah Konstitusi yaitu aspek keterbukaan dan rekam jejak calon.
Menurut Julius, kedua hal tersebut harus diperhatikan oleh panitia seleksi untuk menghindari calon-calon yang berpotensi menjadi mafia peradilan.
Pernyataannya ini terkait Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan menggelar sidang terkait sengketa Pilkada Serentak 2017.
"Panitia Seleksi Hakim Konstitusi harus melaksanakan perintah konstitusi dalam melakukan seleksi Hakim Konstitusi secara transparan dan partisipatif, dengan melibatkan masyarakat sipil," ujar Julius.
Julius mengatakan, Pansel Hakim Konstitusi harus memastikan proses seleksi berjalan secara transparan dan partisipatif. Dia merujuk pada polemik pengangkatan Patrialis Akbar oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Saat itu, masyarakat sipil menilai bahwa pengangkatan tersebut melanggar ketentuan yang terdapat pada pasal 9 dan pasal 25 Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 19 Undang-undang No 24 tahun 2003 sebagaimana diubah dengan Undang-undang No 8 tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, karena tidak transparan dan partisipatif.
Patrialis diberhentikan secara tidak terhormat setelah terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK atas dugaan tindak pidana korupsi terkait penanganan perkara di MK.
"Pengangkatan Patrialis Akbar oleh Presiden SBY adalah preseden paling buruk dari segi proses dan hasil," kata dia.
Selain itu, Julius juga meminta Pansel Hakim Konstitusi jeli dan rinci dalam menelisik rekam jejak Calon Hakim Konstitusi yang mendaftar.
Menurut dia, Pansel harus menerapkan dengan indikator absolut bahwa calon hakim konstitusi harus bersih dari rekam jejak afiliasi politik dan bukan seorang politisi aktif maupun pasif dari partai politik.
Dia menganggap adanya relasi dengan kepentingan politik akan membahayakan dari segi integritas dan independensi Hakim Konstitusi nantinya.
Dengan demikian, lanjut Julius, Pansel Hakim Konstitusi harus mengakomodasi masukan dari masyarakat sipil yang memberikan informasi sesuai dengan data dan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Jangan-jangan justru akan menjadi mafia sengketa pilkada. Preseden buruk mantan Hakim Konstitusi, Akil Mochtar, yang terjerat kasus tindak pidana korupsi terkait sengketa Pilkada, harus betul-betul dijadikan pelajaran oleh Pansel Hakim Konstitusi kali ini," ujar Julius. (ter/nic/kps/wly)