News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bupati Nganjuk Menang Praperadilan di PN Jaksel, KPK Kecewa

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Fajar Anjungroso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Nganjuk Taufiqurrahman (kemeja biru) keluar dari gedung KPK usai menjalani pemeriksaan, di Jakarta, Selasa (24/1/2017). Taufiqurrahman diperiksa sebagai tersangka terkai kasus dugaan penerimaan gratifikasi pada proyek pembangunan di Nganjuk. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) dalam putusan praperadilan memutus Bupati Nganjuk, Taufiqurahman lepas dari jeratan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini lantaran kasus yang menjerat Taufiqurahman di KPK telah diperkarakan sebelumnya di Kejaksaan Agung (Kejagung).

Menurut Hakim Wayan Karya saat membacakan amar putusan praperadilan di PN Jaksel pada Senin (6/3/2017), dinyatakan KPK melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan objek dan subjek perkara yang sama.

Padahal, kasus Bupati Nganjuk adalah limpahan dari Kejaksaan Agung.

Tapi hakim sependapat dengan pemohon (Bupati Nganjuk) dan bukti-buktinya yang menunjukkan kasus yang ditangani KPK itu bukan limpahan Kejagung.

Meski begitu, Hakim Wayan juga mengakui adanya gelar perkara bersama antara Kejagung dengan KPK dalam kasus ini.

Tapi Kejagung sudah lebih dulu menerbitkan surat perintah penyidikan atas dugaan korupsi lima proyek pembangunan di Kab Nganjuk pada 2009 silam.

Alhasil Hakim Wayan memutuskan dan memerintahkan KPK menyerahkan berkas dan penanganan perkara ke Kejagung.

Menanggapi hasil praperadilan ini, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengaku kecewa dan akan mempelajari putusan tersebut.

"‎Kami dapat informasi permohonan Bupati Nganjuk diterima sebagian. Tentu saja KPK kecewa. Kami akan pelajari lebih lanjut putusan untuk tindaklanjut sesuai hukum yang ada," ungkap Febri di KPK.

Febri melanjutkan dalam praperadilan itu, hakim berpatokan pada adanya MOU atau kesepakatan bersama antara KPK, Polri, dan Kejagung soal kasus korupsi.

Dimana disepakati apabila Polri maupun kejaksaan sudah melakukan penyelidikan di satu kasus, maka KPK hanya boleh berkoordinasi.

"‎KPK sudah kerja maksimal ternyata ada argumentasi yang punya kejanggalan. Dalam MOU antara Polri, Jaksa dan KPK sejak Maret 2016 sudah tidak berlaku. Sedangkan KPK melakukan penyidikan pada November 2016, ketentuan di UU KPK, kalau ada penyelidikan Polisi dan Jaksa, posisi KPK koordinasi. Tapi saat itu tidak ada penyidikan dari Polisi maupun Kejaksaan," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini