Survei GCB 2017 dilakukan selama Juli 2015 sampai Januari 2017. Transparency International melakukan survei kepada hampir 22.000 responden rumah tangga (≥ 18 tahun) di 16 negara Asia Pasifik.
Survei dilakukan dengan metode wawancara tatap muka dan/atau telepon.
Di Indonesia, survei dilakukan terhadap 1000 responden yang tersebar secara proporsional di 31 provinsi.
Responden diwawancara pada medio 26 April – 27 Juni 2016 dengan batasan pada pengalaman dan pengetahuan dalam kurun waktu 12 bulan terakhir.
Hasil dari GCB 2017 memberikan gambaran bahwa korupsi masih terjadi dalam sektor layanan publik yang diselenggarakan negara.
Ketika berinteraksi dengan layanan publik, lebih dari sepertiga masyarakat harus membayar suap.
Polisi adalah layanan publik dengan suap tertinggi, diikuti dengan sektor administrasi dan kependudukan.
Dibandingkan dengan negara-negara Asia Pasifik lainnya, masyarakat di Indonesia paling positif menilai upaya pemerintah melawan korupsi.
Lebih dari setengah responden mengatakan pemerintah bekerja lebih baik untuk memberantas korupsi.
Selama tiga tahun terakhir, pengalaman masyarakat dengan layanan publik menunjukkan perbaikan.
“Pemerintah harus lebih serius membangun tata kelola yang tidak rentan korupsi, serta memastikan masyarakat dapat aktif mengawasi,” kata Dadang Trisasongko.
Namun tidak demikian dengan lembaga legislatif baik di tingkat pusat maupun daerah.
Tingkat korupsi di lembaga legislatif masih dinilai tinggi, Dadang mengatakan penilaian ini konsisten menempatkan legislatif sebagai lembaga paling korup, setidaknya selama tiga tahun terakhir.