Selain DPR masih dinilai sebagai lembaga terkorup, hasil survei GCB 2017 menunjukkan, tingkat kepercayaan publik terhadap langkah pemerintah dalam pemberantasan korupsi mencapai 65 persen.
Capaian ini naik signifikan dibandingkan GCB 2013, di mana hanya 16 persen masyarakat yang menganggap pemberantasan korupsi di Indonesia cukup baik.
"Adanya kepercayaan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi menjadi modal pemerintah. Tentang banyaknya anggota legislatif yang korup, ini bisa menjadi petunjuk penting KPK untuk fokus di korupsi politik dalam pemberantasan," ujar Ade Irawan, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menegaskan, KPK selalu berupaya menegakkan hukum, khususnya untuk kasus korupsi besar. "KPK bekerja berdasarkan fakta dan bukti-bukti tindak pidana korupsi," ujarnya.
Eksekutif
Wakil Ketua DPR Fadli Zon angkat bicara mengenai hasil survei yang menempatkan lembaga legislatif yang dipimpinnya sebagai sarang koruptor. Fadli mengaku belum mengetahui cara survei itu dilakukan.
"Saya belum lihat juga sejauh mana bagaimana dia melakukan survei apakah dia hanya melalui berita-berita yang ada di media atau memang melakukan satu proses investigasi sampai sistem dan mekanisme yang ada di dalam lembaga-lembaga tersebut," kata Fadli Zon.
Fadli mengatakan potensi terbesar korupsi berada di eksekutif. Sebab lembaga tersebut memiliki hak penggunaan anggaran. Sedangkan, DPR tidak lagi mengikuti proses anggaran di satuan tiga.
Politikus Gerindra itu menuturkan DPR hanya memberikan kuasa kepada pemerintah sebagai pengguna anggaran. DPR, kata Fadli, tidak mengetahui penggunaan anggaran pemerintah secara detil.
"Potensi terbesar adalah di lembaga yang memiliki anggaran yang besar yaitu di eskekutif bukan legislatif," kata Fadli. (fer/kps/wly)