TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Saya tidak tahu nih, jalan masuk surga itu yang mana, dokter atau menjadi bupati."
Demikian dr. Hj. Faida, MMR memulai ceritanya saat silaturahmi ke redaksi Tribunnews.com di kawasan Palmerah Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Dr. Faida kini menjabat Bupati Jember Jawa Timur sebelumnya dikenal sebagai dokter.
Dia tidak menyangka bisa terjun ke dunia politik dan menjadi kepala daerah.
Latar belakang pendidikan dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu, pun tidak menunjukkan jalan hidupnya di dunia politik.
Ia masuk ke Pascasarjana UGM dan memperoleh gelar Magister Manajemen Rumahsakit (MMR) pada tahun 1998.
Jejak hidupnya pun hanya bergelut di bidang kedokteran.
Faida mengawali karier di rumah sakit Al-Huda, Genteng, Banyuwangi yang merupakan milik ayahnya sendiri, sebagai staf bidang pelayanan medis.
Posisinya lalu naik menjadi wakil kepala bidang pelayanan medis (1996-1998). Kemudian, ia menjadi Kepala Bidang Farmasi RS Al-Huda pada tahun 1998 hingga 1999.
Ia lalu menjadi kepala Puskesmas Tulungrejo, Glenmore pada 2001 hingga 2004. Setelah itu ia kembali lagi ke RS Al-Huda sebagai direktur medis hingga tahun 2009 dan naik menjadi Chief Executive Officer (CEO) hingga saat ini.
Dia juga menjadi direktur utama di RS. Bina Sehat Jember dan mengepalai Bina Sehat Training Center, sebuah lembaga pendidikan perawat khusus untuk dikirim ke luar negeri.
Terkait hal ini pun ia juga membuat sebuah buku berjudul "Bukan Perawat Biasa".
Sebagian besar hidupnya diberikan untuk merawat dan menyembuhkan orang di Jember dan Banyuwangi, khususnya, maupun seluruh Indonesia pada umumnya.
Kepeduliannya dalam kesehatan masyarakat. Dalam beberapa tahun dokter Faida menggelar operasi gratis bagi warga yang tidak mampu di Jember.
Operasi gratis itu yang dia gelar untuk penyakit katarak dan hernia.
"Saya tidak berencana untuk terjun di politik," kenang Faida.
"Dulunya saya tidak berencana menjadi Bupati."
Kisah "cinta berpaling itu" terjadi tatkala sebagai aktivis di dunia kesehatan, sering menggelar pengobatan dan operasi gratis bagi masyarakat.
Ia bersama teman-temannya blusukan dari satu desa ke desa lain untuk menyuarakan program operasi katarak dan hernia gratis di RS swasta di Jember dan Banyuwangi.
Aksi kemanusiaan operasi gratis yang mereka galang dan kerjakan dituding negatif, disebut-sebut dijalankan hanya ingin maju sebagai kepala daerah alias bupati.
Suara-suara miring itu semakin kenceng terdengar, dan mengganggu gerakan kemanusiaan yang mereka bangun tersebut.
"Kita sempat berpikir kenapa aksi kemanusian ini terganggu-ganggu dan dicurigai? Sedangkan pasien kita itu banyak juga berasal dari lain Kabupaten. Akhirnya kita ketahui karena mau ada Pilkada," kisahnya.
Waktu terus bergulir hingga satu keputusan berkat dukungan dari rekan-rekannya, ia memantapkan tekad untuk terjun ke dunia politik, sebagai satu kandidat kepala daerah.
Tidak lain, tekadnya agar aksi kemanusiaan yang dilakukannya selama ini menjadi benar-benar gerakan bersama di Kabupaten Jember.
"Biar aksi sosial lancar," tegasnya.
Meski sekarang ia sebagai seorang bupati, tapi aksi kemanusiaan operasi gratis terus dilanjutkan.
"Tahun ini saja, operasi gratis hernia, yang satu-satunya ada di dunia di Jember, itu jumlahnya 1.200," kata dokter Faida.
Cita-cita awal di dunia kesehatan menjadi salah satu program prioritas di masa kerjanya yakni, peduli duafa sakit. Banyak kegiatan dan kerjasama nyata telah dan akan terus digalakkannya sebagai gerakan bersama.
Misalnya seperti catatan Tribunnews.com, ketika menggandeng IDI. Salah satu program Peduli IDI 2016 diantaranya adalah yang pertama IDI peduli duafa, yakni pendekatkan akses pelayanan kesehatan pada orang yang kurang beruntung pelayanan kesehatan Masyarakat T4, dan jompo di LIPOSOS.
Kemudian, IDI peduli bencana yaitu, sesuai program kerja Bupati yakni pemanfaatan ketersediaan Ambulan tiap desa, pelatihan dan pembentukan tim reaksi cepat penanggulangan bencana dan tim penanganan bencana secara komprehensip. Mendukung pemanfaatan ambulan desa dengan sistem Informasi Terpadu. Pelatihan BLS untuk awam.
Selain itu juga, IDI peduli akses Yankes yakni mendukung program kerja Bupati ke-14. Tersedianya 3 dokter di Puskesmas melalui Rekomendasi IDI untuk dokter Internsip di puskesmas dengan 1 dokter. Pemanfaatan IT untuk proses admisi Cepat rujukan antar faskes.
Yang keempat adalah IDI peduli eliminasi TB adalah esistensi obat TB semakin meningkat. Kasus MDR meningkat. Pelatihan TB DOTS unt dokter. Pembentukan kecamatatakan binaan IDI untuk penatalaksanaan TB sesuai standar.
Dan yang kelima IDI Peduli AKI/AKB yakni penyebab kematian tertinggi ibu adalah (preventable), eklamsia, HPP. Pelatihan Eklamsia dan HPP unt dokter umum. Peningkatan kewaspadaan Dini dengan meningkatkan peran kader Posyandu sebagai pembina PUS, pendamping Bumil.
Serta keenam adalah IDI Peduli Mutu Yankes, dimana pelatihan dan pendampingan Akreditasi Klinik dan Dokter praktek mandiri. Workshop akreditasi fasilitas kesehatan swasta. Workshop keselamatan pasien. Workshop manajemen resiko. Workshop Peningkatan mutu faskes. (*)