News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

Marzuki Ali Tantang KPK dan Andi Narogong Buktikan Adanya Aliran Uang kepada Dirinya

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Ketua DPR RI, Marzuki Alie, melaporkan tiga orang atas penyebutan namanya dalam dakwaan kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik, Jumat (10/3/2017).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembacaan surat dakwaan kasus korupsi proyek KTP elektronik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (9/3/2017) memicu munculnya kasus baru.

Mantan Ketua DPR, Marzuki Alie, yang dalam surat dakwaan disebut menerima aliran dana suap Rp 20 miliar, melapor ke Badan Reserse dan Kriminbal (Bareskrim).

Marzuki melaporkan Andi Agustinus alias Andi Narogong, seorang pengusaha yang mengatur tender proyek KTP elektronik di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Andi dikenal sebagai pengusaha rekanan Kemendagri dan orang dekat Ketua DPR Setya Novanto.

"Pengakuan Andi seperti tercantum dalam surat dakwaan itu merupakan pencemaran nama baik. Saya tidak kenal Saudara Andi Narogong," ujar Marzuki ketika ditemui di Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta, Jumat (10/3/2017).

Marzuki juga melaporkan dua terdakwa dalam kasus KTP elektronik (e-KTP) yaitu Irman (mantan Dirjen Dukcapil) dan Sugiharto (mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kemendagri).

Ia menantang KPK dan Andi Narogong untuk membuktikan adanya aliran uang kepada dirinya seperti disebut dalam surat dakwaan.

"Silakan buktikan. Ini tantangan kepada Andi Narogong, ini tantangan kepada kedua terdakwa, untuk membuktikan apakah ada hubungannya dengan Marzuki Alie," tegas Marzuki.

Marzuki melaporkan Andi dugaan tindak pidana mengajukan pemberitahuan palsu kepada penguasa, dan tindak pidana pencemaran nama baik melalui sarana elektronik.

Dalam surat dakwaan kasus terdakwa Irman dan Sugiharto disebutkan, pada akhir Februari 2011 Sugiharto ditemui Andi Narogong yang menginformasikan rencana bagi-bagi uang kepada sejumlah pihak agar penganggaran proyek e-KTP di DPR berjalan mulus.

Pihak yang mendapat jatah di antaranya Marzuki Alie sejumlah Rp 20 miliar, selain Partai Golkar, Partai Demokrat, PDI Perjuangan, dan Anas Urbaningrum (saat itu Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR).

"Terus terang saya kan punya keluarga, saya punya sahabat, saya punya anak-anak didik, kan jelas ini telah menghina saya secara pribadi. Kehormatan saya betul-betul terhina," ujar Marzuki Alie.

Dia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja profesional, tidak sembarang menyebut nama orang tanpa konfirmasi.

"Keterangan itu berdasar. Saya mohon maaf kepada KPK, mungkin sahabat-sahabat KPK bekerja secara profesional, hendaklah yang belum dikonfirmasi, yang belum diklarifikasi, belum dilihat aliran uangnya, janganlah dulu disebut nama Marzuki Alie," kata politisi Demokrat ini.

Uji Kebenaran
Marzuki mengaku sama sekali tidak tahu menahu proses anggaran dan pelaksanaan lelang e-KTP.

"Saya tidak pernah bicara apapun tentang e-KTP, saya tidak pernah bermain proyek-proyek yang terkait dengan siapa pun," ujarnya.

Bagi Marzuki, posisi ketua DPR merupakan jabatan mulia sehingga ia bekerja sesuai aturan ketika memimpin DPR.

Baca: Warga dan Polisi Gerebek Pesta Sabu, 5 Tersangka Diamankan, Dua di Antaranya IRT

"Alhamdulillah lima tahun saya berada di DPR. Saya merasa Ketua DPR itu jabatan mulia. Satu di antara 250 juta rakyat Indonesia. Saya jaga marwah jabatan itu selama lima tahun. Saya bekerja baik, bekerja amanah untuk kepentingan rakyat Indonesia," katanya.

Pimpinan KPK mengaku biasa-biasa saja terkait laporan Marzuki Alie ke Bareskrim.

"Dalam proses peradilan, kalau namanya disebut kan boleh saja. Nanti tergantung bagaimana bisa dibuktikan atau tidak. Kalau seseorang menyebut bukan berarti selesai melainkan bisa jadi perdebatan, itu proses biasa," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di KPK, Jakarta.

Saut mengatakan lantaran nama Marzuki sudah disebut dalam surat dakwaan, pastinya KPK akan melakukan cross-check untuk menguji kebenarannya.

"Menyebut nama orang itu kan berisiko. Jangan lupa KPK dulu pernah menyebut nama orang tapi tidak pernah diadili sampai akhirnya meninggal. Kami belajar dari situ, hukum tidak boleh dendam. Kalau memang ada bukti, pelan-pelan kami pelajari, betul tidak, logis tidak, dan sejauh apa perannya," katanya. (tribunnetwork/den/ter)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini