News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

DPR Disarankan Periksa Nama-nama yang Disebut Dakwaan e-KTP

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pertemuan dengan KPK, di Jakarta, Jumat (10/3/2017). Pertemuan tersebut membahas optimalisasi pemanfaatan data kependudukan dalam e-KTP. Data itu nantinya dapat digunakan untuk keperluan pemberian berbagai subsidi dan aktivitas perbankan. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) disarankan bergerak proaktif memanggil dan memeriksa para wakil rakyat yang namanya disebut dalam dakwaan kasus korupsi e-KTP.

Hal itu jauh lebih baik bagi citra DPR, kata Pegiat Antikorupsi dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar, ketimbang mengusulkan hak angket kasus e-KTP.

"Sebelum hak angket, lebih baik baik Badan Kehormatan DPR memanggil dan memeriksa nama-nama anggota yang terlibat," ujar pegiat antikorupsi ini kepada Tribunnews.com, Senin (13/3/2017).

Ia tegaskan, langkah pro-aktif dewan kehormatan DPR itu lebih efektif untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga perwakilan rakyat tersebut.

Mengenai hak angket, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah merasa kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) penuh kejanggalan.

Perasaan itulah yang membuat Fahri melempar digulirkannya hak angket e-KTP di DPR.

Satu kejanggalan itu, kata dia, terkait nama-nama pejabat legislatif dan eksekutif yang disebut dalam dakwaan kasus e-KTP.

Menurut Fahri, nama-nama legislator yang disebut baru dilantik pada saat penganggaran e-KTP.

Fahri merasa tak masuk akal jika ada konspirasi di antara mereka yang baru saja dilantik.

"Kalau itu disebut konspirasi, bagaimana bisa anggota DPR baru dengan menteri baru langsung bikin kesepakatan," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/3/2017).

Selain itu, pada 2014 Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) membuat audit di akhir periode DPR dan pemerintahan lalu.
BPK menyatakan kedua lembaga tersebut bersih.

"Jadi kan aneh. Lima tahun satu periode presiden dan DPR tiba-tiba di ujung dia bilang ada kerugian setengah dari APBN," tuturnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini