TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Adian Napitupulu merasa mengalami kejadian yang tidak menyenangkan karena dilarang masuk ke Istana Kepresidenan.
Hal ini terjadi saat Adian akan memenuhi undangan diskusi dan mendengarkan aspirasi Masyarakat suku Amungme di Gedung Binagraha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (17/3/2017) siang.
Adian mengaku diundang oleh Deputi V KSP Danny Jaleswari Pramudhawardani.
"Undangan itu jelas mengundang saya sebagai anggota Komisi VII DPR RI, komisi yang secara tupoksinya sangat terkait dengan Freeport. Tapi setelah saya sampai di Gedung Bina Graha, petugas di sana melarang saya masuk, alasannya pelarangan itu karena saya pakai celana jeans," kata Adian kepada Kompas.com, Jumat (17/3/2017).
Ia menilai, tindakan pelarangan itu sangat berlebihan. Sebab, ia hanya akan menghadiri acara diskusi, bukan acara resmi kenegaraan.
Kedua, dalam undangan sama sekali tidak disebutkan dresscode yang harus di gunakan, apakah batik, jas lengkap dengan dasi atau tidak.
Tanpa dress code yang diwajibkan, Adian merasa boleh berpakaian bebas selama dalam batas norma dan etika kesopanan.
"Saya sudah tunjukkan undangan resmi, tidak ada dress code di sana, dan kehadiran saya dalam kapasitas sebagai anggota Komisi VII DPR RI. Mereka tidak peduli dan tetap melarang saya masuk," ujar politisi PDI-P ini.
Adian mengaku, sudah mencoba menghubungi Deputi V KSP melalui telepon sampai tiga kali, namun tak diangkat.
Ia juga mengirimkan pesan lewat whatsapp, namun tidak direspons.
Ia lalu menelpon ke nomor yang tercantum di surat itu dan diangkat.
Sekitar 15 menit kemudian, dua orang staf KSP turun dan memintanya masuk, tapi ternyata tetap ditolak oleh Paspampres.
Bahkan Paspampres meminta staf KSP dan Adian untuk menghadap serta mohon ijin ke Danplek Bina Graha.
"Luar biasa aneh Istana ini. Surat yang mereka buatpun, staf yang diutus Deputi KSP, materi diskusi yang terkait kedaulatan NKRI, semua tidak ada harganya di mata Paspampres. Setahu saya Jokowi itu Presiden sipil yang dipilih secara demokratis, tapi sepertinya yang berkuasa di Istana bukan kekuasaan sipil," ucap Adian.
Adian menilai, sikap Paspampres menempatkan pakaian jauh lebih penting dari Freeport dan Aspirasi masyarakat Papua.
Ia menilai, sangat menyedihkan saat semua pihak berjuang mendapatkan divestasi saham 51 persen untuk Indonesia, saat semua berjuang menegakan kedaulatan atas sumber daya alam, pada saat yang sama Istana sibuk mempersoalkan bahan pakaian.
"Zaman Orde Baru saya dilarang diskusi karena materi diskusinya. Zaman sekarang saya dilarang diskusi karena bahan celana yang saya pakai," katanya.
"Tupoksi mereka jelas pengamanan komplek kepresidenan, bukan menjadi penilai pakaian. Standar kesopanan itu sederhana, bersih, tidak mengumbar aurat dan tidak robek sana sini" tukas adian.
Adian lalu membandingkan kejadian yang menimpanya ini dengan banyaknya pengusaha yang dengan mudahnya keluar masuk komplek Istana untuk bicara investasi, dagang dan lain-lain.
Sementara ia yang datang diundang resmi untuk kepentingan negara tapi justru dilarang.
"Mungkin kalau saya datang untuk berdagang dengan cincin emas dan jam rolex akan bisa masuk lebih mudah," ujar Adian.
Dalam aturan berbusana di lingkungan Istana, dilarang untuk menggunakan baju non formal seperti celana jeans.
Aturan itu tertempel di pintu masuk kompleks Istana yang dijaga Pasukan Pengamanan Presiden.
Kendati demikian, memang tidak jelas apakah aturan tersebut berlaku untuk semua orang yang akan masuk Istana atau tidak.
Catatan Kompas.com, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius pernah menghadap Jokowi dengan menggunakan celana jeans dan sepatu kets.(Ihsanuddin)