TRIBUNNEWS.COM, PATI - Suasana duka menyelimuti sebuah rumah sederhana, almarhumah Patmi (48), di Desa Larangan RT 03 / RW 01, Kecamatan Tambakromo, Pati, Selasa (21/3). Karangan bunga, sebagai ungkapan belasungkawa berjajar di halaman.
Di antaranya, dari Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Teten Masduki, Komnas Perempuan, Konsosrsium Pembaruan Agraria, Komite Nasional Pertanian, dan lainnya.
Patmi merupakan satu dari sekian warga, yang gigih menolak pembangunan pabrik semen di wilayah Jawa Tengah. Ia adalah satu dari 20 aktivis yang turut dalam aksi #DipasungSemen2 di depan Istana Presiden di Jakarta, sejak Kamis (16/3) - Senin (20/3), dengan mengecor kaki mereka menggunakan semen.
Pada Senin sore kemarin, Kepala KSP, Teten Masduki, menemui para pelaku aksi, dan meminta mereka untuk pulang ke rumah masing-masing. Usai pertemuan dengan Teten, para aktivis penolak semen berencana mengubah aksi mereka.
Sebagian besar aktivis rencananya akan pulang ke rumah masing-masing pada Selasa (21/3)? pagi. Untuk itu, cor semen di kaki mereka dibuka pada Senin (20/3) malam.
Selanjutnya, usai bercengkrama bersama para aktivis lain di kantor YLBHI Jakarta?, Patmi, pamit mandi pada Selasa (21/3) sekitar 02.30 dini hari. Usai mandi, Patmi mengeluh tak enak badan, tak lama kemudian kejang-kejang dan pingsan.
Tak ayal, Patmi pun segera dilarikan ke RS St. Carolous, Salemba. Sesampainya di rumah sakit, Patmi dinyatakan meninggal dunia.
"Diduga karena serangan jantung mendadak," kata aktivis YLBHI Jakarta, Muhammad Isnur, yang selama ini turut mendampingi para aktivis selama menggelar aksi.
Jenazah Patmi, tiba di rumah duka pada sekitar pukul 20.15, disambut suara isak tangis keluarga dan ribuan pelayat yang hadir.Suara tahlil pun tak henti-hentinya dikumandangkan.
Seorang anggota keluarga Patmi menangis hiteris, dan harus ditenangkan oleh para pelayat lain. Sementara, sang suami, Rosad; serta kedua anak almarhumah, Sri Utami dan Muhammad Mahdun, tampak berusaha tegar. Meski kesedihan mendalam tak bisa disembunyikan dari wajah mereka.
Anak sulung Patmi, Sri Utami, mengatakan ia mendengar kabar ibunya meninggal pada pagi hari. Ia pun merasa kaget dan syock. Sebab, saat berangkat pada Rabu (15/3) kemarin, Patmi dalam kondisi sehat.
Terlebih, selama ini Patmi tak punya riwayat sakit berat.
"Ya kaget saat dikabari ibu meninggal karena serangan jantung. Selama ini di rumah sehat, tak pernah punya riwayat sakit jantung. Namun, bagaimanapun kami sekeluarga sudah ikhlas," ucapnya.
Diakui, sebelumnya ia dan keluarga juga tak punya firasat apa pun.
Kendati sangat bersedih, menurut Utami, ia dan keluarga mengaku bangga. Sang ibunda, Patmi meninggal dalam perjuangan, demi melestarikan alam, guna generasi mendatang.
"Ibu gugur dalam perjuangan, kami bangga. Ia memikirkan kelestarian alam untuk anak-cucu mendatang," ujar dia, sembari menyeka air mata.
Ditambahkan, ia terakhir kali berkomunikasi dengan sang ibu pada Sabtu (18/3) kemarin. Kala itu, sang ibu berpesan agar tak lupa memupuk tanaman di sawah dan ladang.
Seorang tetangga Patmi, Aisyah, mengatakan Patmi merupakan sosok yang sederhana, gigih dan ulet. "Orangnya petani tulen, sama tetangga dan lingkungan baik," ujarnya.
Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Kendeng (JMPPK)?, Gunretno, mengatakan selama di Jakarta, Patmi terlihat sangat sehat. Terlebih, para aktivis yang ikut dalam aksi mengecor kaki menggunakan semen, sudah diperiksa kesehatannya oleh relawan dokter yang mendampingi.
"Di sana sangat sehat, kesehariannya kami ya sama-sama, tak mengeluh sakit apa pun," ujarnya.
Saat di Jakarta, Gunretno bertanya kepada Patmi, apakah sudah pamit keluarga.
"Yu Patmi menjawa, sudah. Berangkat ke Jakarta untuk memperjuangkan kelestarian Pegunungan Kendeng," tutur dia.
Disampaikan, lantaran seorang peserta aksi meninggal dunia, maka rencana lanjutan aksi mengecor kaki menggunakan semen, untuk sementara waktu ditunda. "Kami masih berduka, tentu ya ditunda dulu, sampai kapan kami belum tahu," ucapnya.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Budi Wahyuni, yang turut hadir di rumah duka mengatakan, ia sangat salut terhadap perempuan Kendeng yang turut dalam aksi #DipasungSemen2. Menurut dia, para perempuan itu mengajarkan ketulusan dan kesabaran dalam berjuang.
"Mereka terpaksa memasung kaki menggunakan cor semen, lantaran suara mereka tak lagi didengar," tuturnya.
Usai disalatkan, jenazah Patmi langsung dimakamkan di pemakaman umum desa setempat. Isak tangis kembali pecah saat keranda diusung menuju tempat peristirahatan terakhir. (tribun jateng/yan)