TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laksamana Pertama Bambang Udoyo mengaku menerima uang sekitar Rp 1 miliar terkait dugaan proyek pengadaan monitoring satelit Badan Keamanan Laut Republik Indonesia.
Bambang mengaku menerima dana tersebut semata-mata karena menerima perintah sebagai personil militer.
"Saya menjalankan perintah. Saya tidak punya pengalaman PPK , tidak punya sertifikat tidak punya sekolah PPK yang benar seperti apa," kata Bambang Udoyo saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta kemarin.
"Di militer harus melaksanakan perintah. Tidak boleh menolak perintah, " tambahnya.
Uang tersebut Bambang terima dalam bentuk mata uang Dolar Singapura sejumlah 105.000 pada tanggal 6 dan 8 November 2016.
Uang tersebut diserahkan oleh Hardy Stefanus, marketing/operasional PT Merial Esa.
"Dia hanya sampaikan ini amanah karena Kabakamla pernah katakan supaya semangat, tidak minta-minta fee dan fokus," kata Bambang.
Bambang Udoyo yakin uang tersebut dari Arie Sudewo karena sebelumnya mendapat informasi dari Eko Susilo Hadi yang menjabat sebagai Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasaam Bakamla yang merangkap sebagai Pelaksana tugas Sekretaris Utama Bakamla dan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Bakamla tahun anggaran 2016.
Bambang Udoyo kini menjadi tersangka di Puspom TNI dan KPK telah menyita uang senilai 80 ribu Dollar Singapura dan 50 ribu Dollar AS dari rumah Bambang Udoyo.
Kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan terhadap Edi Susilo Hadi yang menerima uang senilai Rp 2 miliar dari Adami Okta dan Hardy Stefanus. Pada kasus tersebut, KPK menetapkan empat tersangka.
Tiga tersangka dari unsur swasta adalah Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah, dua pegawai PT Melati yakni Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Sementara tersangka dari unsur Bakamla adalah Eko Susilo Hadi. Eko berasal dari unsur Kejaksaan.
Edi Susilo dijanjikan 7,5 persen dari nilai proyek Rp 200 miilar atau sekitar Rp 15 miiar. Edi Susilo adalah Kuasa Pengguna Anggaran.
Laksamana Pertama Bambang Udoyo juga mengaku telah menyerahkan uang Rp 1 miliar yang ia terima ke Puspom TNI. "15 November sudah sya serahkan ke POM TNI," kata Bambang Udoyo.
Minta Mebel
Operator PT Merial Esa dan PT Technofo Melati Indonesia Hardy Stefanus mengatakan dirinya dimintai mebel oleh Laksamana Pertama Bambang Udoyo selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla. "Saya dipanggil ke ruangannya," kata Hardy.
Majelis hakim kemudian menanyakan apakah saat di ruangan tersebut Bambang Udoyo meminta perabotan. "Betul," jawab Hardy.
Bambang yang langsung dikonfirmasi oleh majelis hakim tetap pada keterangan yang disampaikan sebelumnya. Bambang bertahan pada keterangannya meja tersebut diberikan oleh Hardy.
"Pada saat memindahkan barang, dia datang. Kemudian nanya, 'Pak Bambang mau kemana? Saya mau pindah barang,"ujar Bambang Udoyo.
"Tapi tidak minta?" tanya majelis hakim.
"Tidak' . Berani bersumpah saya tidak minta," kata Bambang Udoyo.
Pada keterangan awal-awal, majelis hakim bertanya kepada Bambang mengenai mebel yang diterima Bambang selain uang.
Bambang mengakui memang dia menerima mebel untuk di ruangan kantornya.
Menurut Bambang, nilai mebel tersebut tidak mencapai Rp 300 juta.
Bambang bahkan mengaku sempat dipanggil Arie Sudewo karena sebelumnya mebel yang diberikan Hardy tersebut bernilai Rp 300 juta.
"Saya tidak tahu harganya, tapi anak buah saya hitung tidak sampai begitu. Kalau mau diambil ya ambil, biar anak buah saya pakai tikar," jawab Bambang Udoyo.
Selain Bambang Udoyo, Nofel Hasan selaku Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut juga menerima dana sebesar 104.500 Dolar Singapura.
"Saya mau menegaskan, Yang Mulia. Ada yang tidak benar keterangan Nofel Hasan. Kenyataannya saya dan Hardy (Stefanus) berdua sesuai arahan dari Pak Eko (Susilo Hadi) menyerahkan uang sebesar 104.500 Singapur Dollar atau Rp 1 miliar yang saya masukkan ke dalam amplop," kata Adami.
Adami memastikan penyerahan uang tersebut terjadi pada 25 Nopember 2016 pukul 10.30 WIB. Namun, Nofel tetap membantah keterangan tersebut.
"Keterangan saudara dibantah. Saudara tidak menerima uang?" tanya majelis hakim.
"Tidak, Yang Mulia," kata Nofel yang tetap pada keterangannya.
Di dalam dakwaan, Adami menyerahkan uang 104.500 Dolar Singapura dan Rp 120 juta kepada Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut Tri Nanda Wicaksana.(erik sinaga)