TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bertambah satu lagi tersangka kasus pungutan liar dan pemerasan di Pelabuhan Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur.
Bareskrim Polri menetapkan anggota DPRD Kota Samarinda yang juga Ketua Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudera Sejahtera, Jafar Abdul Ghafar, sebagai tersangka keempat kasus menggemparkan itu.
Namun Jafar Abdul Ghafar tidak memenuhi panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus, Bareskrim Polri, Kamis (6/4/2017).
Penyidik masih memberi kesempatan kepada Jafar secara sukarela datang ke Bereskrim Polri, Jakarta, sekaligus memberi ultimatum melakukan penjemputan paksa.
"Kita lihat nanti. Kami akan ambil keputusan dalam satu dua hari setelah dia tidak hadir hari ini," ujar Direktur II Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dtitipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya, di kantornya, Gedung KKP, Gambir, Jakarta, Kamis.
Jafar melalui pengacaranya menyampaikan tidak memenuhi panggilan penyidik karena menderita sakit. Namun ia tidak menyertakan surat keterangan dari dokter.
Sebelumnya, Jafar selalu hadir saat tiga kali pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus ini.
Baca: Mengintip Rumah Tersangka Pungli, Paling Mencolok dan Megah di Antara Rumah Warga
Apakah Jafar Abdul Ghafar akan ditahan seperti tiga tersangka sebelumnya?
"Kita lihat nanti perkembangannya. Argumentasi ia tidak menghadiri panggilan, saya lihat kurang tepat. Kalau dia sakit, tentunya harus menyertakan surat dokter. Tapi, saya tidak melihat surat dokternya," kata Agung Setya.
Ketidakhadiran Jafar sebagai tersangka, menurutnya, tidak mengganggu proses penyidikan. Penyidik sudah punya cukup bukti mengenai keterlibatan Jafar dalam praktik pemerasan di Pelabuhan Palaran.
Saat dihubungi Kamis siang, Jafar mengaku akan memenuhi panggilan pemeriksaannya ini. Ia mengaku sudah berada di sekitar kantor Bareskrim. Namun hingga Kamis petang ia tak muncul.
Jafar mengutus pengacaranya untuk menemui penyidik.
"Saya sudah di Jakarta. Ini saya sudah di Bareskrim, tapi belum ke dalam (kantor Bareskrim). Ya nama dipanggil, pasti saya datang," kata Ketua DPD Partai Golkar Kota Samarinda tersebut.
Aliran Dana
Kasus pungutan liar dan pemerasan terungkap setelah dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Pelabuhan Palaran, Samarinda, pada 17 Maret 2017 lalu.
Pada saat itu petugas menemukan uang tunai Rp 6,1 miliar di kantor Koperasi Komura. Selain itu ditemukan juga dokumen deposito sebesar Rp 326 miliar atas nama Koperasi Komura.
Awalnya penyidik menetapkan status tersangka bagi Heri Susanto Gun atau Abun alias HS (Ketua Ormas Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu/PDIB), Nur Arsiansyah alias NA (Sekretaris PDIB), dan Dwi Harianto (Sekretaris Koperasi Komura).
Para tersangka diduga melakukan pemerasan atau pungli terhadap para pengusaha pengguna jasa bongkar muat, di antaranya pungutan uang parkir kontainer.
Abun selaku ketua ormas dan pemilik lahan parkir berperan mengkoordinir pungutan kepada pengguna jasa.
Nur Arsiansyah berperan sebagai pihak yang menentukan besaran tarif retribusi. Sedang Dwi Harianto berperan sebagai tenaga administrasi untuk pencatatan masuk keluar uang hasil pungutan.
Dwi Harianto diduga banyak mengetahui siapa saja yang menikmati pungutan-pungutan tersebut.
Penyidik menemukan dokumen berisi catatan sejumlah nama penerima dana saat menggeledah di lima rumahnya di Samarinda.
Adapun Jafar Abdul Ghafar diduga sebagai penanggung jawab utama koperasi yang sengaja memanfaatkan koperasi untuk mendapatkan keuntungan.
Diduga praktik pemerasan dan pungli ini telah terjadi sejak Pelabuhan Palaran mulai beroperasi pada 2010 silam.
Penyidik terus melakukan penelusuran aset pribadi para tersangka, untuk mengetahui apakah ada kaitan dengan kasus itu.
"Iya, nanti itu kami akan lihat dari transaksinya," ujar Brigjen Pol Agung Setya.
Apakah rekening pribadi Jafar Abdul Ghafar juga akan diblokir?
"Semua aset kan dia kelola menggunakan nama Komura. Sekarang itu dulu yang sedang kami dalami. Untuk rekening pribadi nanti kami juga akan telusuri," ujarnya. (Tribunnetwork/abdul qodir)