TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti Novel Baswedan bukanlah penyidik yang mengenakan seragam seperti penyidik dari lembaga lain, termasuk penyidik Polri.
Oleh karena itu ketika Novel menjadi korban penyerangan, Selasa (11/4/2017) pagi, menurut ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel, pelaku pastinya sudah merencanakan betul serangan tersebut dan tidak sembarangan memilih targetnya.
"Kalau teroris menyerang polisi secara acak, asal kelihatan berseragam langsung dihajar, personil KPK tidak berseragam. Alhasil serangan terhadap Novel kuat dugaan dilakukan terencana," ujar Reza Indragiri Amriel saat dihubungi.
Mengapa sampai ada pihak tertentu yang mau melakukan penyerangan terhadap Novel dengan perencanaan yang matang?
Baca: Ini Bentuk-bentuk Teror Terhadap Penyidik KPK, Santet hingga Tabrak Lari
Menjawab hal itu, Reza mengatakan ini tidak terlepas dari profesi Novel sebagai penyidik KPK, yang kerap kali menyeret nama-nama pejabat kelas kakap dalam kasus korupsi.
"Dengan perencanaan yang kita bayangkan dilakukan secara matang itu, rangkaian motif dan aksi menjadi lebih mudah untuk diduga, tidak lain berkisar pada pekerjaan Novel," kata Reza.
Pada umunya, kejahatan-kejahatan seperti yang menimpa Novel dilakukan oleh eksekutor, dan eksekutor tersebut bukanlah orang yang memiliki kepentingan agar Novel terintimidasi.
Eksekutor tersebut hanya orang yang dibayar kelompok tertentu.
Siapa dalang dari penyerangan tersebut, saat ini masih terus didalami polisi.
Reza Indragiri Amriel meyakini dalang penyerangan adalah orang yang berkepentingan dengan penyidikan yang ditangani Novel.
Atau dengan kata lain identitas dalang peristiwa penyerangan ada dalam daftar orang-orang yang tengah ditangani KPK, atau pihak terkait dengan orang yang tengah ditangani kasusnya.
"Menghabisi Novel sekalipun tidak terlalu berguna, karena nama-nama yang definiitf tersangkut kasus, tentu sudah terlanjur disimpan di komputer KPK," ujarnya.