TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mufti melihat sosok Buya Syafii Maarif berjiwa egaliter yang tidak meminta dihormati.
Menurutnya, hal tersebut merupakan salah satu keteladanan Buya Syafii Maarif.
"Buya Syafii di PP Muhammadiyah sering dimarahi karena sepatu sol bolong enggak mau ganti. Padahal (Buya) ketum. Kalau Ketum saja pakai sol bolong maka Muhammadiyah tidak perhatian ke Buya," kata Mufti dalam diskusi 'Merawat Pemikiran Guru-guru Bangsa' di Hotel Century, Jakarta, Rabu (12/4/2017).
Contoh sikap Buya yang merakyat lainnya yakni kesenangannya makan di warung tegal (Warteg) di kawasan Gondangdia.
Ia juga tidak mau dijemput dengan Taxi melainkan Bajaj. Kini, Buya Syafii senang bepergian naik sepeda di Yogyakarta.
Mufti juga mengungkapkan sikap Buya Syafii ketika dihujat terkait pemahamannya mengenai surat Al Amidah. Buya, kata Mufti, dihujat secara luar biasa.
"Rumahnya sampai dijaga polisi. Tapi di rumah salat di Masjid dan pulangnya numpang ojek. Akhlaknya tetap membumi, ini sangat langka. Mohon maaf pemimpin pemimpin melangit tapi tidak membumi," ujar Mufti.
Buya, kata Mufti, juga memiliki sikap menerima kritik. Bahkan semakin dikritik, Buya malah menikmatinya.
"Ini jiwa egaliter seorang tokoh," katanya.