TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amburadulnya kinerja konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang memenangkan lelang KTP elektronik atau e-KTP semakin tersingkap.
Salah satu anggota konsorsium PT Sandipala Arthapura terlilit masalah konflik internal sehingga berimbas pada pelaksanaan e-KTP.
Ketua Manajemen Bersama Konsorsium PNRI Adres Ginting dalam kesaksiannya mengungkapkan pemilik perusahaan berkelahi karena saling klaim mengenai kepemilikan uang mereka di Konsorsium PNRI.
"Kami dari konsorsium ingin memastikan pekerjaan ini dengan baik tetapi PT Sandipala mengalami permasalahan. PemiliK perusahaan mengalami pertentangan dan di antara mereka terjadi saling clalim atas usaha mereka di konsorsium," kata Ginting saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/4/2017).
Setelah dikaji secara hukum, konsorsium memutuskan tidak membayarkan hak PT Sandipala ke rekening milik perusahaan tersebut. Pembayaran dilakukan ke peruahaan spesialis yang menjadi rekan PT Sandipala dalam mengerjakan proyek yang ditangani.
"Pada saat itu, kala kisruh di dalam PT Sandipala membuat prestasi sangat menurun. Kami memastikan ingin produk tetap berjalan. Ada masa kami tidak mau bayar ke Sandipala tapi kami bayar misalnya ke spesalis," ungkap Ginting.
Ginting mengungkapkan cara tersebut ditempuh agar tidak ada perebutan uang di PT Sandipala. Perebutan keuangan akan berdampak besar bagi kinerja konsorsium.
Dana yang digunakan sebagai pembayaran adalah dari anggaran e-KTP. Ginting mengatakan penggunaan anggaran e-KTP adalah atas perintah pengadilan.
"Kan ada porsi pekerjaan PT Sandipala. Mereka sudah ada tagihannya ke konsorsium karena setiap pembayaran berdasarkan tagihan. Itu bisa dikatakan haknya PT Sandipala yang ditahan konsorsium karena permasalahan internal," kata dia.
Keikutsertaan PT Sandipala dalam konsorsium PNRI karena peran Paulus Tanos.
Tanos membeli perusahaan tersebut saat PNRI membutuhkan lagi satu anggota. Perusahaan tersebut bergabung dalam waktu yang sebenarnya mepet.