TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Partai Hanura menampik kadernya, Miryam S Haryani (MSH), kabur sehingga masuk daftar pencarian orang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penyidik KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka setelah memberikan keterangan palsu dalam sidang korupsi KTP elektronik. Periode lalu Miryam duduk sebagai anggota Komisi II DPR RI yang menjadi mitra Kementerian Dalam Negeri soal proyek pengadaan KTP Elektronik.
Miryam menjadi tersangka keempat dalam kasus triliunan rupiah itu setelah Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Sekretaris Fraksi Hanura DPR RI, Dadang Rusdiana, mengaku mengenal baik Miryam. Ia tak yakin Miryam yang menjabat bendahara fraksi bakal nekat kabur dari kasusnya yang diusut di KPK.
"Dia orangnya fleksibel dan mudah bergaul, berani dan bertaggungjawab. Saya yakin dia tidak kabur, tapi sedang berkontemplasi," kata Dadang di Kantor Kecamatan Margahyu, Kabupaten Bandung, Sabtu (29/4/2017).
Dikatakan dia, sebagai perempuan Miryam pasti tertekan dengan statusnya sebagai buron KPK, apalagi disangka dalam kasus megakorupsi.
"Sehingga BAP, ketika dia bersaksi dan ditekan oleh KPK, besoknya dia ditekan oleh ABCDE, tentu akan sangat tertekan, sehinga Bu MSH butuh berkontemplasi," kata Dadang.
Awalnya, Dadang pernah menolak interpelasi, namun setelah melakukan pendalaman, akhirnya partai ingin meng-clearkan bahwa Miryam mendapatkan tekanan juga oleh oknum-oknum di DPR.
"Salah satu oknumnya itu disebutkan Sarifuddin Sudding, Sekjen kami, itu yang disebutkan oleh Novel Baswedan (penyidik KPK)," kata Dadang.
Sehingga, kata Dadang, Komisi III DPR RI mengundang KPK untuk membuktikan bahwa Miryam ditekan oleh kelompok enam, yang juga disebut kelompok mawar di lingkungan DPR RI.
"Benar atau tidaknya ya buktikan, buka rekamannya, KPK alasannya mesti izin pengambilan (rekaman)," Dadang menambahkan. TRIBUN JABAR