Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) masih tetap menjalankan aktivitas sebagai organisasi masyarakat berbasis dakwah islam. Langkah pemerintah memutuskan mengambil langkah melarang organisasi itu ditolak keras.
Ormas yang mulai berkembang di Indonesia pada awal 1990-an itu telah menyiapkan langkah hukum sebagai upaya melawan keputusan pemerintah. Upaya ini dilakukan, sebab pihak HTI menilai tidak ada pelanggaran yang dilakukan.
Berdasarkan pemantauan, HTI masih menjalankan operasional kegiatan di Kantor Pusat Hizbut Tahrir Indonesia di Crown Palace A25, Jalan Prof. Dr. Soepomo, SH Nomor 231, Jakarta Selatan, pada Selasa (9/5/2017).
Kantor HTI itu berada di tengah ruko-ruko dari berbagai perusahaan. Terdapat tulisan Dewan Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir Indonesia di pintu masuk.
Pada saat itu, terdapat puluhan orang berpakaian baju koko dan berhijab saling bergantian masuk ke tempat itu.
Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia, Muhammad Ismail Yusanto, menegaskan rencana pembubaran itu tidak memiliki dasar. HTI adalah organisasi legal berbadan hukum perkumpulan (BHP) dengan nomor AHU-0000258.60.80.2014 tertanggal 2 Juli 2014.
Sementara mengenai ajaran islam yang disebarluaskan HTI melalui kegiatan dakwah ke berbagai sendi masyarakat di Indonesia itu tidak melanggar aturan.
Menurut Pasal 59 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, ajaran islam tidak termasuk paham yang disebut bertentangan dengan Pancasila.
Oleh karena itu, tudingan kegiatan HTI bertentangan dengan Pancasila tidak benar dan bertentangan dengan aturan itu.
"Anggaran dasar/anggaran rumah tangga disebutkan HTI kelompok dakwah atau organisasi dakwah yang bertujuan berasas Islam di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI,-red) berdasarkan UUD dan pancasila," tutur Ismail, Selasa (9/5/2017).
Apabila melihat AD/ART HTI, kata dia, secara faktual ormas tersebut mengakui Pancasila sebagai dasar dari NKRI. Sehingga, tuduhan HTI bertentangan dengan Pancasila itu tuduhan politis dan tidak tepat.
Apalagi HTI selama lebih dari 20 tahun telah terbukti mampu melaksanakan kegiatan dakwah secara tertib, santun, dan damai, serta diselenggarakan sesuai prosedur yang ada.
"Baru kali ini saja yang memberikan teguran keras. Jangankan membubarkan ngasih teguran saja belum. Kami sangat sayangkan sekali, pemerintah saat ini mengidentikkan dengan ormas terlarang kenapa tak dari sebelumnya," kata dia.
Untuk saat ini, dia mengaku, sedang mencermati langkah hukum apa yang dilakukan pemerintah. Seharusnya, berdasarkan UU Ormas, pemerintah dapat mengeluarkan Surat Peringatan (SP) 1 sampai 3.
Atas dasar keputusan sepihak pemerintah itu, pihaknya sedang menyiapkan tim advokasi yang akan menyusun legal opinion atau pendapat hukum. Namun, dia masih merahasiakan siapa anggota tim advokasi tersebut.
"Kami akan menyusun semacam legal opinion. Tentu dengan bantuan para ahli hukum," tambahnya.