News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Ahok

PBB Desak Indonesia Bebaskan Ahok, Ini Tanggapan Jusuf Kalla

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah pendukung terpidana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyalakan lilin saat melakukan aksi di Tugu Proklamasi, Jakarta, Rabu (10/5/2017). Aksi tersebut sebagai bentuk dukungan serta simpati untuk Ahok yang ditahan setelah di vonis Majelis Hakim dengan hukuman dua tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan penodaan agama. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus yang didera oleh mantan gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi perhatian organisasi dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Bahkan PBB meminta untuk meninjau kembali putusan hakim atas vonis dua tahun penjara kepada terpidana kasus penodaan agama Ahok.

Baca: PBB Desak Indonesia Bebaskan Ahok

Menanggapi hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengingatkan tidak ada yang dapat mengintervensi hukum di Indonesia, PBB sekalipun.

"PBB tidak bisa campuri hukum Indonesia. Sama seperti mereka tidak bisa campuri hukum Malaysia, Amerika dan negara lainnya," jelas JK di Rumah Dinas Wapres, Jakarta, Selasa (23/5/2017).

Lagipula, JK tidak percaya permintaan peninjauan kembali atas nama PBB.

Sama halnya seperti DPR.

Satu atau dua orang anggota tidak bisa mewakili putusan sebuah lembaga.

"Tidaklah, tidak mungkin itu putusan PBB. Kalau orang sudah boleh saling mencampuri urusan hukumnya negara ini, dunia ini bisa menjadi ladang pertentangan," kata dia.

Desakan PBB

Para ahli atau pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa, Senin (22/5/2017), mendesak Indonesia untuk membebaskan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari tahanannya.

Ahok divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara pada 9 Mei 2017 karena telah menistakan agama Islam.

Kantor berita Reuters melaporkan, para pakar PBB menilai, vonis hakim terjadi setelah tekanan fatwa ulama, kampanye media yang agresif, dan aksi protes massal yang diwarnai kekerasan.

“Pemerintah seharusnya melawan tekanan-tekanan (massa),” kata tiga ahli PBB, sambil menambahkan, Presiden Joko Widodo adalah sahabat dekat Ahok dikutip dari Kompas.com.

Ketiga ahli itu adalah Pelapor Khusus tetang Kebebasan Beragama, Ahmed Shaheed; Pelapor Khusus tentang Kebebasan Berpedapat dan Berekspresi, David Kaye, dan ahli independen untuk mempromosikan tatanan internasional yang adil dan demokratis, Alfred de Zayas.

“Alih-alih berbicara melawan ujaran kebencian dari para pemimpin aksi protes, pihak berwenang Indonesia justru semakin mendorong intoleransi dan diskriminasi agama," demikian ketiga ahli itu.

Mereka mendesak pemerintah Indonesia “membatalkan hukuman Purnama dalam banding atau memberinya bentuk pengampunan apapun yang mungkin tersedia dalam hukum Indonesia sehingga dia dapat segera dibebaskan dari penjara”.

“Hukum pidana yang memidanakan penghujatan sebagai pengekangan yang tidak sah terhadap kebebasan berekspresi, dan secara tidak proporsional menyasar orang-orang dari kelompok minoritas agama atau agama tradisional, orang-orang tidak beriman dan pembangkang politik,” demikian pernyataan bersama mereka.

Hukum soal penistaan agama, menurut ketiga pakar PBB itu, tidak layak diterapkan di tengah masyarakat yang demokratis, seperti Indonesia. Vonis Ahok merusak kebebasan beragama.

Sebelumnya, Dewan Majelis Rendah Belanda telah menyatakan keprihatinannya atas vonis penjara Ahok, demikian juga dengan badan-badan internasional.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini