TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keluarga dan kuasa hukum Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok menyatakan secara resmi mencabut pengajuan banding atas putusan majelis hakim pengadilan Jakarta Utara dalam kasus penodaan agama.
Tindakan itu ditempuh sesuai dengan keputusan yang diambil oleh Ahok, seperti tertuli dalam suratnya yang ditulis di penjara markas Brimob.
Sejak awal dakwaan penistaan agama yang diajukan kepadanya mengundang kontroversi karena beberapa pihak berpendapat bahwa dakwaan tersebut dianggap terlalu berlebihan.
Dan memang jaksa hanya menuntut hukuman percobaan bukan berdasarkan pasal penistaan agama melainkan dengan pasal kebencian terhadap suatu golongan.
Baca: Jika Jaksa Ajukan Banding, Ini yang Akan Terjadi pada Kasus Ahok Selanjutnya
Bagaimanapun sejumlah pihak terus menggelar aksi untuk menuntut hukuman berat sebelum Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Utara memutuskan vonis dua tahun penjara atasnya.
Di tengah kontroversi itu, pengamat politik Islam Hamid Basyaib menilai keputusan mencabut banding adalah sesuatu yang tepat.
"Tingkat polarisasi Indonesia sekarang sudah cukup runcing. Kegerahan konfliktual benar-benar terasa dan menyentuh aspek yang paling gawat: keyakinan dan agama. Saya kira dia (Ahok) menghitung hal itu karena suasana konfliktual yang terjadi sudah melampaui dosis yang wajar dalam masyarakat yang plural."
"Yang kedua, saya kira tak ada jaminan juga bahwa bandingnya akan dikabulkan, akan meringankan dia," tambah Hamid.
Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa pencabutan banding demi peredaan ketegangan politik tersebut akan membawa bayaran berupa melemahnya kebebasan berekspresi.
Baca: Berkas Banding Vonis Ahok dari Jaksa Dikirim ke Pengadilan Tinggi Jelang Batas Akhir
Namun pengamat politik Daniel Dhakidae menangkal hal itu.
"Tidak akan melunturkan (kebebasan berekspresi). Apalagi kaum kelas menengah, cendekiawan Indonesia tidak akan runtuh hanya karena Ahok membatalkan itu," kata Daniel.