TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah masih kesulitan untuk menanggulangi masalah teror, agar kasus seperti pengeboman terminal Kampung Melayu, tidak terulang.
Menteri Koordiantor Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, menyebut permasalahannya antara lain adalah payung hukum.
Saat ini usulan pemerintah soal revisi Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan terorisme, masih terus berlangsung di DPR.
Wiranto meminta semua pihak untuk mendukung permohonan, tersebut sehingga kedepannya aparat tidak lagi terbelenggu.
"Kita ingin revisi undang-undang penanggulangan terorisme yang sekarang berproses, harus segera kita tuntasakan. Tidak mungkin aparat keamanan yang bertugas menangguangi teror ini, harus bertugas dengan tangan terborgol," ujarnya kepada wartawan usai menggelar rapat bersama sejumlah pimpinan lembaga untuk membahas terorisem, di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (26/5/2017).
Pemerintah sudah mengajukan rancangan revisi tersebut pada Agustus 2016 lalu, namun hingga kini belum juga tuntas.
Mantan Panglima TNI itu mengakui masih ada sejumlah pihak yang khawatir bila revisi disetujui, maka sejumlah pasal akan disalahgunakan.
"Kami akan menjamin kekhawatiran Undang-Undang ini disalahgunakan, mudah-mudahan (kekhawatiran) itu bisa dihilangkan," ujarnya.
"Kita tahu tanpa undang-undang yang keras, maka kita melawan teroris sungguh sesuatu yang sulit, negara lain sudah menggunakan undang-undang yang keras," katanya.
Sejumlah revisi yang diajukan oleh pemerintah antara lain adalah kewenangan untuk aparat melakukan penahanan terhadap orang-orang yang diduga terlibat kelompok teror, lebih lama dibandingkan aturan yang ada saat ini.
Selain itu ada juga usulan tentang pelibatan anggota TNI dalam penanggulangan teror.
Dalam revisi tersebut juga diajukan penindakan terhadap warga negara Indonesia yang terlibat aksi teror di luar tanah air.
Selain itu dalam ranganan revisi tersebut, dilakukan pemangkasan syarat aparat untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku.