News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suap Pejabat BPK

Empat Tersangka Suap Kemendes Ditahan Terpisah hingga 15 Juni

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua dari kiri), bersama Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara (kanan) Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar (belakang) dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (kiri) melihat Penyidik KPK menunjukan barang bukti Operasi Tangkap Tangan (OTT), saat memberikan keterangan pers, di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/5/2017). KPK mengamankan 7 orang dan menetapkan empat orang sebangai tersangka (dua orang pejabat Kemendes dan dua orang pejabat BPK) serta menyita uang sebanyak Rp40 Juta, Rp1,145 Milyar dan USD 3000 yang diduga sebagai suap terkait pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Kemendes. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Empat tersangka suap terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), ditahan terpisah.

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memisahkan empat tersangka kasus suap tersebut hingga 15 Juni 2017.

"Tersangka SUG dan JBP ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat, RS ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur dan ALS di Rutan Cabang KPK di Guntur," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Minggu (28/5/2017).

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyebut, Irjen Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Sugito diduga menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar kementeriannya bisa mendapat status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

"Dalam rangka memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tersangka SUG diduga melakukan pendekatan pada pihak auditor BPK," kata Laode, Sabtu (27/5/2017).

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Sugito, pejabat Eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo, dan pejabat Eselon I BPK Rochmadi Saptogiri serta Auditor BPK Ali Sadli, sebagai tersangka.

Sugito diduga menjanjikan sejumlah uang kepada auditor BPK. Pemberian uang ini menggunakan kode khusus.

"Kode untuk sejumlah uang yang disepakati adalah dalam tanda kutip PERHATIAN dengan huruf besar," ujar Laode.

Seperti diketahui, dalam operasi tangkap tangan tersebut, uang yang disita KPK berjumlah Rp 40 juta, Rp 1,145 miliar dan 3.000 dollar AS.

Uang Rp 40 juta merupakan "pelicin" untuk opini WTP yang diduga diserahkan tersangka Jarot Budi Prabowo kepada kepada Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli.

Uang Rp 40 juta tersebut merupakan bagian dari total komitmen fee Rp 240 juta yang sudah dijanjikan sebagai suap.

KPK menduga uang Rp 200 juta telah diserahkan lebih dulu pada awal Mei 2017.

Sedangkan uang Rp 1,145 miliar dan 3.000 dollar AS, KPK menyitanya dari brankas pejabat Eselon I BPK Rochmadi Saptogiri (RS).

KPK sedang menelusuri uang tersebut, apakah terkait kasus yang sama atau berbeda.

Sebagai pihak pemberi suap Sugito dan Jarot dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Rochmadi dan Ali, sebagai pihak penerima suap disangkakan dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Belum Setor LHKPN
Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi Saptogiri ternyata belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK.

Dari data yang dipublikasi dalam laman acch.kpk.go.id, Minggu (28/5/2017), Rochmadi terakhir menyerahkan LHKPN pada Februari 2014.

Saat itu, Rochmadi masih menjabat sebagai Kepala Biro Teknologi Informasi BPK.

Dari data yang diperoleh, pada 2014, Rochmadi memiliki harta senilai Rp 2,4 miliar.

Harta kekayaan Rochmadi terdiri dari harta tidak bergerak seperti beberapa tanah dan bangunan di Tangerang Selatan dan Kabupaten Karanganyar.

Beberapa tanah dan bangunan diperoleh dari hasil sendiri dan warisan.

Kemudian, Rochmadi memiliki beberapa kendaraan, yakni mobil merek Ford Escape tahun 2006, dan Ford Fiesta tahun 2011.

Selain itu, dalam harta yang dilaporkan pada 2014, Rochmadi juga memiliki harta berupa logam mulia, dan giro atau setara kas senilai 4.610 dollar AS.

Sebelumnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Moermahadi Soerja Djanegara menyatakan status pemberian opini WTP di Kementerian Desa PDTT bisa saja diubah berkaitan dengan adanya kasus dugaan suap untuk pemberian opini tersebut.

Moermahadi menyatakan, berubah atau tidaknya opini WTP itu akan menunggu hasil pemeriksaan apakah dalam proses pemberian opini sudah sesuai standar audit atau tidak.

"Apakah opininya bisa akan berubah? Kami akan lihat nanti dari hasilnya," kata Moermahadi.

Namun, secara teori, lanjut Moermahadi, status opini yang sudah diberikan bisa saja berubah.

"Itu bisa, ada restatement namanya," ujar Moermahadi.

Pada kasus dugaan suap tersebut, pihaknya belum mau menyimpulkan apakah proses pemberian opini WTP terhadap Kemendes PDTT telah sesuai standar audit atau tidak.

Namun, proses pemberian opini itu menurut dia tentu sudah melalui sidang badan di BPK.

Menteri Desa PDTT, Eko Putro Sandjojo mempersilakan BPK melakukan audit ulang terhadap kementerian yang dipimpinnya.

Hal itu disampaikan Eko sehubungan dengan adanya dugaan suap terkait pemberian opini WTP oleh BPK RI terhadap Kemendes PDTT.

"Mengenai hasil opini BPK, saya serahkan kepada BPK apakah mau diaudit lagi, atau gimana," ujar Eko di kantornya di Kalibata, Jakarta Selatan. (kps/rik)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini