TRIBUNNEWS.COM, SURAKARTA - Hanya dibutuhkan waktu 2-3 tahun untuk mewujudkan Poros Ekonomi Indonesia Tengah (PEIT) yang diawali dengan membangun PLTD dan PLTG di Kalimantan sebagai buffer.
Skala pembangunan PLTG harus semakin besar mengingat sebagian besar BBM saat ini berasal dari impor, sedangkan sumber gas di Kalimantan masih sangat besar.
PLTG ini akan menjadi “jalan pembuka” atau “pecah telor” sebelum PLTU Mulut Tambang dan PLTA terwujud yang nantinya akan menjadi sumber energi listrik di seluruh Wilayah Ekonomi Indonesia Tengah. Wilayah yang masuk dalam PEIT adalah Kalimantan, Jawa Tengah sampai dengan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Demikian ditegaskan Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) AM Putut Prabantoro, yang menggagas sistem ekonomi baru Indonesia Raya Incorporated, dalam Focus Group Discsussion yang diadakan LPPM Universitas Sebelas Maret, Senin (29/5/2017).
Menurut Putut, MOU antara Pemerintah Kalteng dan Jateng pada 24 September 2014 harus dilihat secara komprehensif. Ini tidak hanya sekedar menarik kabel di bawah laut dari Kalteng ke Jawa Tengah sejauh 300 km, tetapi harus dilihat sebagai terbangunnya wilayah ekonomi secara terintegrasi yang kemudian menjadi Poros Ekonomi Indonesia Tengah.
Dalam konteks IRI, Putut mengusulkan Indonesia dibagi menjadi 3 poros wilayah ekonomi yang disebut Poros Ekonomi Indonesia (PEI) untuk mempercepat pembangunan dan pengembangan ekonomi Indonesia.
Kriteria untuk menentukan poros ekonomi tersebut itu adalah kekuatan ekonomi di suatu wilayah ekonomi, sumberdaya (alam, penduduk, finansial, posisi geografis), infrastruktur, jalur telekomunikasi dan political will.
Ketiga poros ekonom usulan IRI itu adalah Poros Ekonomi Indonesia Barat (PEIB) yakni Kepri – Sumatera – Jawa bagian Barat, Poros Ekonomi Indonesia Tengah (PEIT) yakni Kalimantan – Jateng – sampai dengan NTT, dan Poros Ekonomi Indonesia Timur yakni Sulawesi – Maluku sampai dengan Papua.
“Kalimantan itu kaya sumber energi sehingga tidak mengherankan Gubernur Klateng Agustin Teras Narang dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo melakukan MOU untuk membangun kabel bawah laut yang menghubungkan kedua provinsi. Kabel ini untuk menarik listrik dari Kalimantan Tengah yang rencananya dengan membangun PLTU Mulut Tambang atau batu bara,” ujar Putut.
Hanya saja, menurut Putut, pembangunan PLTU Mulut Tambang memakan waktu lama setidaknya 5 tahun. Untuk mempercepat proses pembangunan perlu dibangun pembangkit listrik dengan sumber energi yang sudah ada dan akan bertindak sebagai buffer. Diperkirakan pembangkit listrik buffer ini hanya membutuhkan 2-3 tahun.
“Starting waktu yang sama dengan pembangunan pembangkit listrik buffer, secara paralel akan dibangun PLTU Mulut Tambang, PLTA, kawasan industri berbasis gas berikut sarana dan prasarana yang menunjangnya seperti jalan raya, telekomunikasi, jasa dll,” ujar Putut yang mantan penasihat ahli Kepala BP Migas.
Tahap selanjutnya adalah dibangunnya konektivitas dan pembangkit listrik terintegrasi seluruh Kalimantan dan Jawa Tengah. Kawasan industri Jawa Tengah sampai NTT akhirnya terintegrasi sebagai satu poros bersama Kalimantan.
Dan pembangunan kawasan industri baru Jawa Tengah dilakukan dengan memperkirakan suplai listrik dari Kalimantan terwujud. Dengan demikian, PIET akan bangkit secara bersamaan hingga NTT.
Hanya saja yang perlu dicatat, Putut menegaskan, pembangunan PIET ini dipercepat dengan konsep IRI karena pada akhirnya segala usaha yang dibangun dalam PIET dimiliki oleh badan usaha daerah yang termasuk dalam wilayah PIET, rakyat dalam PIET dan pada akhirnya seluruh Indonesia.
Tanpa konsep IRI akan banyak hambatan yang dihadapi pembangunan jangka panjang Indonesia akibat ego sektoral, ego kedaerahan dan pemerintah terkait dengan kepentingan masing-masing.
“Yang perlu digarisbawahi adalah, jika pembangunan wilayah ekonomi PIET bisa dipercepat, mimpi Presiden Soekarno ataupun Presiden Joko Widodo untuk memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke Palangkaraya bisa segera terwujud,” tegas Putut.
Namun demikian, Putut mengingatkan, yang paling penting untuk melaksanakan semua rencana adalah political will dalam penetapan kebijakan pemerintah dan penugasan BUMN dan BUMD untuk segera melaksanakan tahapan pembangunan dan pengembangannya.