TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyebut pancasila sebagai kesepakatan bersama berbangsa dan bernegara.
Bahkan, Muhammadiyah melalui Muktamar ke 47 di Makasar merumuskan, bahwa Pancasila adalah Darul Ahdi wa syahadah.
Darul Ahdi maknanya, negara sebagai tempat membuat kesepakatan nasional.
Negara berdiri atas dasar kesadaran kolektif bahwa kita majemuk atau beragam.
"Kesadaran kolektif atas keberagaman Indonesia itulah yang membuat tidak boleh ada kelompok yang merasa 'paling, superior, kelompok nomor 1," kata Dahnil dalam
keterangan yang diterima Tribunnews.com, Rabu (31/5/2017)
Sehingga, kesepakatan bersama tersebut, dikatakannya tidak boleh diurai lagi dengan berbagai ideologi yang tidak sesuai.
Apalagi sampai mengancam Pancasila, sehingga merusak ke-Indonesiaan yang ada saat ini.
Begitu juga dengan perdebatan dan mengklaim diri paling Pancasila bisa merusak bangunan kesepakatan yang sudah ditata saat ini.
Dikatakan dia, ada Pancasila 1 Juni yang merujuk pada pidato Bung Karno pertama kali menyebut istilah Pancasila.
Kemudian, ada Pancasila 22 Juni dimana dikenal sebagai Piagam Jakarta, hasil kerja BPUPKI.
Serta pancasila 18 Agustus hasil akhir dari kerja PPUPKI yang diketuai Ki Bagus Hadikosoemo sebagai hasil akhir rumusan pancasila yang saat ini digunakan.
Jika perdebatan tersebut masih didengungkan, menurut Dahnil, justru menunjukkan kita semua tidak pancasilais.
"Pancasila adalah dasar yang hidup untuk menuju Indonesia yang kita cita-cita kan, maka ketiganya adalah pancasila, Pancasila kita semua," katanya.
Menurutnya berbahaya dan tidak baik, bila pergantian kekuasaan kemudian membuat tafsir tunggal terhadap Pancasila berdasarkan tiga tanggal rumusan Pancasila tersebut.
Menurutnya hal tersebut bisa menyakiti golongan politik lainnya yang sejatinya kita sedang mengkhianati keberagaman golongan dalam Indonesia.
"Tentu itu adalah tindakan dan sikap yang bertentangan dengan Pancasila itu sendiri," katanya.
Menurut Pemuda Muhammadiyah, saat ini adalah momentum Syahadah yang bermakna pembuktian, mengisi, dan berkarya setelah memiliki Indonesia yang Merdeka.
"Maka, bukan saatnya lagi mempertentangkan ideologi Negara, apalagi berusaha merusak ideologi yang Sudah dibangun bersama," katanya.
Saat ini, momentum semua anak negeri untuk berkarya menuju Indonesia yang maju, makmur, adil, dan bermartabat.
Menurutnya, Indonesia kegembiraan selalu dihadirkan dalam keberagamannya, bukan justru ditebar kecemasan-kecemasan yang menurunkan semangat produktivitas seluruh anak negeri.
"Jadi, Pancasila adalah milik kita semua dan kita semua adalah Pancasila, saatnya berkarya," ujarnya.