TRIBUNNEWS.COM - Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang Terorisme Muhammad Syafi’i memastikan, perkembangan pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tindak Pidana Terorisme cukup signifikan. Bahkan, ia juga memastikan, RUU yang digarap dari tahun lalu ini bisa selesai tahun ini.
“Kami mulai (pembahasan) bulan Mei tahun lalu, tapi sampai Mei tahun ini kami belum menyelesaikan. Tapi secara keseluruhan progresnya cukup signifikan. Sudah bahas 50 persen lebih daftar inventaris masalah (DIM),” kata Syafi’i sebelum Rapat Paripurna, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2017).
Namun politisi F-Gerindra itu mengakui, ada beberapa hal yang membuat pembahasan RUU ini menjadi lambat. Pertama, secara teknis pembahasan RUU ini hanya bisa dilaksanakan pada Rabu dan Kamis.
“Tim Sekretariat Pansus ini seluruhnya adalah Tim Sekretariat Paripurna, sehingga ketika hari itu dilaksanakan Rapat Paripurna, maka dipastikan Pansus tidak bisa dilaksanakan,” imbuh Romo.
Kedua, masih kata Syafi’i, secara substansi Revisi UU Anti Terorisme yang diajukan pemerintah hanya berisikan soal penindakan. Sementara itu, Pansus menginginkan agar RUU ini mengatur pula soal pencegahan dan penanganan korban.
“Pencegahan dan penanganan korban sama sekali belum disentuh. Oleh karena itu, DPR dan pemerintah sepakat melengkapinya,” tambah politisi asal dapil Sumatera Utara itu.
Terkait pihak yang mempersoalkan TNI dalam pemberantasan terorisme, Syafi’i menilai sebenarnya pihak itu tidak memahami UU. Ia menjelaskan, dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Pasal 72 disebutkan, ada 14 operasi militer selain perang, satu di antaranya adalah memberantas teroris.
“Oleh karena itu, sebenarnya tanpa undang-undang ini pun TNI sudah memiliki kewenangan (memberantas terorisme),” imbuh Anggota Komisi III DPR itu.
Dalam revisi UU Terorisme, Syafi'i menilai, perlu adanya harmonisasi kewenangan antara TNI dan Polri dalam memberantas terorisme. Alasan perlunya melibatkan TNI, Syafi'i menambahkan, karena kini aksi teroris sudah mengancam pertahanan negara, sehingga TNI pun memiliki kewenangan menangani hal itu.
“Bisa peristiwanya di luar negeri, bisa ancamannya di dalam negeri. Karena itu sangat dimungkinkan dan sudah benar undang-undang TNI mengatur kewenangan TNI memberantas teroris. Cuma kan kita ingin mengharmonisasikannya agar tidak tumpang tindih,” tutup politisi yang juga akrab dipanggil Romo itu.