TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sangat disayangkan sikap sejumlah Partai Politik yang tidak konsisten yang awalnya menolak sekarang malah semangat menyetujui Angket.
Apalagi menurut Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih, Partai Amanat Nasional (PAN) yang nyata sekali berbalik dan mengirimkan kadernya setelah kadernya disebut dalam kasus kasus mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari.
"Meski mereka menolak dugaan itu tapi sulit orang untuk tidak mengkaitkan alasan tersebut," ujar Dosen hukum pidana Universitas Trisakti ini kepada Tribunnews.com, Kamis (8/6/2017).
Demikian juga dengan fraksi lain yang menggebu mengusung dan mengirim kader ke Pansus Angket menunjukkan kemarahan, tidak nyaman dengan KPK karena penyebutan nama-nama anggota DPR dalam kasus yang ditangani KPK.
Lebih lanjut mantan anggota Panitia Seleksi (Pansel) Komisioner KPK ini menilai Hak Angket KPK ini tetap saja dipandang merupakan intervensi atas penanganan kasus e-KTP.
Alasan untuk menjaga pelemahan yang mungkin muncul dalam Hak Angket, sehingga Partai Politik harus mengirimkan kader sangat aneh dan tidak logis.
Publik tidak lupa bagaimana Angket KPK ini awalnya diusung yaitu karena mereka minta diungkap cara penyidikan terhadap Tersangka pemberian keterangan palsu e-KTP, Miryam S Haryani.
Hal itu sangat mengganggu proses hukum dan terkesan membela anggota DPR.
"Selain itu semua orang juga tahu cara pengambilan keputusan tidak demokratis, tidak sesuai tata tertib dan mereka tidak peduli dengan kritikan rakyat," ujarnya.
DPR kesannya, imbuhnya, memang cari menang sendiri dalam hal Angket ini, memaksakan kehendak agar membahas dan intervensi pada KPK, alih-alih membantu KPK untuk pemberantasan korupsi.
"Seharusnya beri dorongan untuk agar KPK tuntaskan kasus besar bukannya malah merecoki seperti ini dan menggelar Pansus angket terhadap KPK yang sepertinya masuk pada intervensi penanganan kasus," ujarnya.
Untuk itu pula menurutnya, KPK harus tidak hirau dan terganggu dengan Angket yang seharusnya tidak digelar tersebut.
"Rakyat pada akhirnya hanya melihat perseteruan antara DPR dan KPK bukannya bagaimana mereka bahu membahu mengungkap korupsi," katanya.