TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Garam (Persero) Achmad Boediono diduga merugikan negara miliaran rupiah dalam dugaan tindak pidana penyalahgunaan izin importasi dan distribusi garam industri sebanyak 75.000 ton.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri menangkap Achmad di Perumahan Prima Lingkar Asri, Jatibening, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, kemarin.
Baca: Sebelum Dirutnya Ditangkap Bareskrim, Gudang PT Garam Sudah Duluan Disegel
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan, dengan penyimpangan importasi tersebut, PT Garam dipastikan menghindari pajak biaya masuk sebesar 10 persen.
"Total kerugian untuk biaya masuk itu Rp 3,5 miliar," ujar Agung di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (11/6/2017).
Untuk perbandingan harga kedua jenis garam jelas berbeda. Harga garam konsumsi Rp 1.200 per kilogram. Sedangkan, garam industri hanya Rp 400 per kilogram. Ada selisih Rp 800 untuk setiap kilogram garam. PT Garam mengimport 75.000 ton atau sekitar 75 juta kilogram. Garam diimport dari dua perusahaan garam asal Australia dan India.
"Dari Australia Daimler Salt, dari India HK Salt," kata Agung.
Dari garam industri yang diimpor 75.000 ton, 1.000 ton dikemas dalam kemasan 400 gram dengan merek garam cap ”Segitiga G” dan dijual untuk kepentingan konsumsi. Sisanya, 74.000 ton, dialihkan pada 53 perusahaan. Dari 53 perusahaan, PT Garam telah menerima uang puluhan miliar.
"Kita lihat bahwa PT Garam sudah menerima uang hasil penjualan Rp 71 miliar. Nanti kita dalami lagi," kata Agung. "Tapi untuk secara resminya, kerugian negara masih dihitung oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," katanya.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam, importir garam industri dilarang memperdagangkan atau memindahtangankan garam industri kepada pihak lain.
Achmad diduga melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen, Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 dan Pasal 5 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun.