TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Pelaksana tugas Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut RI Eko Susilo Hadi dituntut pidana penjara lima tahun dan denda Rp 250 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Eko Susilo Hadi dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
"Menyatakan terdakwa Eko Susilo Hadi terbukti secara san dan meyakinkan menurut hukum bersalah secara bersama-sama melakukan perbuatan korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Kresno Andi Wibowo saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (12/6/2017).
Perbuatan Eko Susilo Hadi dipandang tidak turut serta dalam mendukung upaya Pemerintah dalam upaya pembrantasan tindak pidana korupsi.
Sementara hal-hal yang meringankan adalah Eko Susilo Hadi mengakui perbuatannya, bersikap koperatif, mengembalikan uang suap kepada negara dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Eko Susilo Hadi adalah terdakwa korupsi pengadaan monitoring satelit di Bakamla tahun anggaran 2016.
Eko Susilo Hadi menerima Rp 2 miliar dari PT Melati Technofo Indonesia sebagai pemenang tender.
Eko Susilo Hadi didakwa bersama-sama Laksamana Pertama Bambang Udoyo dan Nofel Hasan menerima sejumlah uang dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah.
Eko adalah Pelaksana tugas Sekretaris Utama Bakamla sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran.
Sementara Bambang Udoyo adalah Direktur Data dan Informasi sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi Bakamla sementara Nofel Hasan adalah kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla.
Ketiganya menerima uang sebesar10.000 Dolar Amerika Serikat, 10.000 Euro, 10.000 Dolar Singapura, dan 78.500 Dolar Amerika Serikat. Uang tersebut diserahkan Fahmi melalui dua orang stafnya yakni Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.