TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasubdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Agung, Yulianto, memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Tanahabang, Jakarta Pusat, Rabu (14/6/2017) siang.
Ia diperiksa sebagai saksi pelapor kasus dugaan ancaman melalui pesan singkat atau SMS oleh CEO MNC Group sekaligus Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Partai Perindo), Hary Tanoesoedibjo atau dikenal Hary Tanoe.
Seusai pemeriksaan, Yulianto mengaku telah menyerahkan dua telepon genggam miliknya kepada penyidik sebagai barang bukti.
"Saya sebagai pelapor sudah menyampaikan handphone (HP) saya untuk dilakukan penyitaan, sebanyak dua HP ke penyidik cyber," kata Yulianto.
Menurut Yulianto, seharusnya penyidik Bareskrim juga melakukan penyitaan telepon genggam milik Hary Tanoe sebagai barang bukti dugaan tindak pidana.
Baca: Begini Isi SMS Hary Tanoe kepada Jaksa Yulianto yang Dituding Bernada Mengancam
Namun, hal itu belum dilakukan.
"Seharusnya sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang dilakukan penyitaan adalah HP atau alat yang digunakan untuk melakuan kejahatan. Kalau yang mengirim SMS dan saya tidak balas seharusnya HP siapa yang disita? Yaaa Hp-nya HT. Nah, jadi itu dasarnya yang dapat melakukan penyitaan itu adalah alat dan hasil yang digunakan untuk kejahatan," ujarnya.
Diberitakan, jaksa Yulianto melaporkan HT ke Bareskrim Polri pada 27 Januari 2016.
Dia melaporkan dugaan pidana ancaman melalui SMS yang dilakukan Hary Tanoe.
Ada tiga SMS diduga dikirim oleh Hary Tanoe kepadanya, yakni pada 5, 7 dan 9 Januari 2016.
Ia melaporkan Hary Tanoe atas dugaan melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Laporan Polisi (LP) Yulianto teregister dengan Nomor LP/100/I/2016/Bareskrim.
Adapun bukti laporan polisi tersebut teregister dengan Nomor TBL/69/I/2016/Bareskrim.
Dalam kolom terlapor, ditulis nama "Sdr Harry Tanooesoedibjo (pemilik no HP 0815106680801)."
Yulianto adalah jaksa yang menyidik kasus korupsi penerimaan kelebihan bayar pajak PT Mobile-8 Telecom (PT Smartfren) pada tahun anggaran 2007-2009. HT merupakan saksi dalam kasus ini.
Yulianto menganggap pesan yang dikirimkan HT merupakan bentuk ancaman. Hal itu terkait dengan pengusutan kasus Mobile-8 yang ditanganinya.