Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulai Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Unit Kerja Presiden Bidang Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) tidak hanya akan merumuskan pemahaman Pancasila untuk rakyat.
Ketua UKP PIP, Yudi Latif menyebut lembaga tersebut akan mengaudit lembaga dan kementerian.
Kepada wartawan, di Graha Oikumene, Jakarta Pusat, Rabu (21/6/2017), ia menyebut UKP PIP juga akan mengaudiit lembaga dan kementerian, untuk mengetahui adanya pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila.
Renanannya, UKP PIP juga akan menyusun ukuran-ukurannya.
"Nanti kita bisa lihat kan, kesesuaian antara perda-perda itu, prinsip-prinsip moral Pancasila kan ada. Nanti kita turunkan indikator-indikator Pancasila, tiap silanya harus mengandung variabel dan indikator," katanya.
Jika nantinya diketemukan pelanggaran, maka UKP PIP akan meneruskan temuan tersebut ke lembaga-lembaga terkait yang memang sesuai Undang-Udang (UU) memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan di bidangnya masing-masing.
"Kita fungsinya bukan eksekutor langsung, kita melakukan kajian, atas dasar kajian itu kita laporkan ke otoritas-otoritas, ini kan mata dan telinga Presiden," ujarnya.
Berbagai jenis pelanggaran nilai-nilai kepancasilaan akan ditelusuri UKP PIP.
Termasuk dugaan diskriminasi yang dialami warga Ahmadiyah di desa Manis Lor, kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Warga Manis Lor yang menjalankan kepercayaan yang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah diputuskan sebagai aliran sesat itu, samapi saat ini terus menerima diskriminasi dari pemerintah.
"Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan, kalau ada yang tidak dilindungi negara, berarti negara tidak menjalankan nilai-nilai Pancasila, itu akan masuk indiaktor pengukuran itu," katanya.
Yudi Latif menegaskan bahwa UKP PIP tidak akan menjadi lembaga yang memeiliki kewenangan untuk menyampaikan presepsi tunggal.
Salah satunya karena UKP KIP terdiri dari perwakilan kelompok yang ada di Indonesia, termasuk Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha hingga Konghucu.