TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik senior Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit menilai ancaman sopir truk tangki BBM penuh muatan politis.
Pasalnya hal itu dilakukan menjelang Lebaran dimana momen penting dimana puluhan juta masyarakat melakukan mudik.
"Banyak pihak memanfaatkan isu ini untuk kepentingan sendiri. Tidak hanya DPR tetapi juga LSM,” kata Arbi dihubungi wartawan, Jumat (23/6/2017).
Menurut Arbi, dipakainya isu mogok kerja sopir truk tangki memang sangat seksi dan mudah dimanfaatkan untuk kepentingan politis.
Karena isu tersebut bisa dipersepsikan merugikan sekelompok masyarakat kelas bawah.
“Jadi isu apapun akan dipakai, sepanjang merupakan isu-isu yang populer. Di antaranya terkait rencana mogok kerja sopir truk tangki pengangkut bahan bakar minyak (BBM),” kata Arbi.
Penggunaan berbagai isu tersebut, lanjut Arbi, tak lepas dari kondisi negeri ini sekarang yang saling menunggangi.
DPR misalnya, mencari popularitas dengan mencari-cari kesalahan pemerintah.
Begitu pula pemerintah, melalui fraksinya di DPR juga mencoba mempengaruhi wakil rakyat.
Bahkan, LSM pun seperti tak mau ketinggalan ikut-ikutan memanfaatkan isu tersebut.
“LSM kan sama saja penyakitnya. Mereka mencari popularitas,” kata Arbi.
Untuk itu Arbi menyayangkan hal ini. Pasalnya, rakyat juga yang menjadi korban atas rencana mogok kerja sopir truk tangki BBM tersebut.
Apalagi saat yang dipakai adalah Lebaran, ketika puluhan juta warga melakukan mudik bersama keluarga.
“Kasihan sebenarnya rakyat. Mereka menjadi korban atas rencana tersebut yang notabene sudah ditunggangi kepentingan politik," ujar Arbi.
Sebelumnya diketahui para supir truk tanki Pertamina (Awak Mobil Tangki) menyebarkan selebaran ancaman mogok.
Mereka tidak akan bekerja selama 19 sampai 26 Juni 2017 dimana waktu itu merupakan perjalanan arus mudik.