TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak semua Warga Negara Indonesia (WNI) yang berangkat ke Suriah, adalah pendukung Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS).
Namun demikian menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Aliaus, semua alumi Suriah tidak boleh dihiraukan, sekalipun tidak bergabung dengan ISIS.
Syawaluddin Pakpahan, salah seorang pelaku penyerangan di Mapolda Sumatera Utara pada hari raya Idul Fitri kemarin, Minggu (25/6/2017), menurut Suhardi Alius, adalah alumni Suriah.
Pada tahun 2013 ia sempat bertempur di Suriah selama lima bulan, namun bukan bergabung dengan ISIS.
"Dia sempat ikut bertempur itu kan, walaupun bukan ISIS," ujarnya kepada wartawan di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Jakarta Pusat, Senin (3/7/2017).
Di Suriah diketahui Syawaluddin Pakpahan ikut bergabung dengan Free Syrian Army (FSA). Kelompok tersebut adalah kelompok bersenjata yang berbeda dengan ISIS, yang juga terlibat dalam konflik bersenjata di Suriah selama lima tahun terakhir.
Kelompok yang awalnya dibentuk oleh disertir militer Suriah, bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan sah Suriah yang dipimpin oleh Bashar Al Assad.
Tujuan FSA untuk menggulingkan Al Assad, tidak jauh berbeda dengan tujuan ISIS.
Selama sekitar lima tahun terakhir di mana Suriah dilanda konflik bersenjata, pemerintah selalu memantau WNI yang berangkat ke Suriah dan kembali lagi.
Namun Undang-Undang (UU) nomor 15 tahun 2003 tentang terorisme, belum mengakomodir penegak hukum untuk melakukan penindakan.
Selama ini yang bisa dilakukan adalah mendata mereka, apapun kegiatan mereka di Suriah, sekalipun tidak bergabung dengan ISIS menurut Suhardi Alius.
Setelahnya mereka akan diajak untuk ikut kelas deradikalisasi. Namun hal itu bukan merupakan jaminan, mereka tidak akan radikal.
"Kita tidak bisa menjamin mereka sudah tidak radikal lho," katanya.