Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua PB NU, Said Aqil Siraj, menolak mengometari proses politik pembentukan Pansus Hak Angket KPK, di DPR RI.
Said Aqil Siraj, mengatakan hal itu adalah ranah politik, dan NU bukanlah organisasi politik.
"Itu urusan DPR, saya nggak ikut campur. Kalau mau, tanya PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) lah," ujarnya kepada wartawan di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2017).
Hak angket tersebut diajukan setelah salah seorang penyidik KPK, Novel Baswedan, di persidangan mengatakan bahwa Miryam S. Haryani, yang merupakan mantan anggota DPR, sempat diancam sejumlah politisi di 'kakap' di Senayan.
Hal itu terjadi bersamaan dengan pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Sampai saat ini, belum jelas siapa yang dimaksud telah mengancam Miryam itu.
Sejumlah anggota DPR kemudian mengusung hak angket, untuk meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani, agar diketahui apakah perempuan tersebut mengakui hal ltu dipemeriksaan.
Namun KPK menolak untuk menuruti permintaan DPR. Setelahnya Novel disiram air keras oleh orang tidak dikenal. Saat ini, pengusungan hak angket itu masih terus berjalan di DPR. Terakhir, anggota dewan menemui sejumlah koruptor di Lapas Sukamiskin.
Said Aqil Siraj, menilai biar bagaimanapun juga, keberadaan KPK sebagai lembaga anti rasuah tetap harus dipertahankan.
KPK dibentuk karena Polri dan Kejaksaan yang berwenang menangani kasus korupsi, dinilia kurang efektif kinerjanya. Sampai saat ini, kondisi demikian masih terjadi.
"Yang jelas, kalau yang kami harapkan, semua harus proporsional, kita dukung adanya KPK, sebagai komisi yang mendukung penegakan hukum, (pemberantasan) korupsi," ujarnya.
"Kemudian akhir belakangan ini, ada hal-ha yang sifatnya menyinggung beberapa pihak, sehingga KPK diangket," jelasnya.