Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu
Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi berencana menghentikan manuver Pansus Hak Angket KPK dengan jalan mengajukan uji materi atau judicial review Pasal 79 ayat (3) UU nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Langkah itu akan diambil Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM).
"Kami sejumlah civil society. ICW, YLBHI dan lainnya akan melakukan Judicial Review Pasal 79 UU MD3," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz dalam diskusi di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2017).
Donal menjelaskan permohonan judicial review tersebut tengah disusun, dan akan disampaikan pada pekan ini.
"Minggu ini mudah-mudahan kami sudah bisa masukan permohonan," katanya.
Baca: Imparsial: Sikap Diam Presiden Jokowi Bisa Ditafsirkan Menyetujui Hak Angket KPK
Dalam gugatan ini, Koalisi Masyarakat Sipil akan meminta MK menafsirkan Pasal 79 ayat (3) UU MD3 mengenai obyek hak angket DPR. Hal ini lantaran Koalisi Masyarakat Sipil berkeyakinan hak angket terhadap KPK telah salah sasaran berdasarkan Pasal 79 ayat (3) tersebut.
"Kami minta MK tafsirkan siapa yang sebenarnya jadi obyek hak angket itu sendiri," kata Donal.
Pasal 79 ayat (3) UU MD3 menyebutkan, Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu Undang-undang dan atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan perundang-undangan.
Menurutnya, dengan pasal tersebut, DPR telah keliru menggulirkan hak angket lantaran KPK bukanlah bagian dari pemerintah.
Pasal 3 UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK menyebutkan KPK merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Jika KPK merupakan bagian dari eksekutif seperti keyakinan Pansus, Presiden sebagai kepala pemerintahan seharusnya bisa mengganti atau memindahkan pimpinan KPK. Namun, berdasar UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK maupun UU nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Presiden tidak memiliki kewenangan mengganti Pimpinan KPK.
"Dua UU saja bisa dijadikan referensi dan tidak ada satupun pasal mengenai kewenangan Presiden melakukan itu (mengganti Pimpinan KPK). Itu membuktikan KPK bukan eksekutif yang berada di bawah struktur kepresidenan," katanya.