TRIBUNNEWS.COM - Sebuah bola melesat menghantam lutut Ketty. Nyeri yang menusuk langsung membuatnya terduduk.
Baca: Pernahkah Adik Ammar Zoni Melihat Kakaknya Pakai Narkoba?
Hari itu, pertengahan Desember 2016, dia menerima rapor. Seperti biasa, nilai-nilainya bagus.
Baca: Nagita Slavina Gantikan Posisi Ayu Ting Ting di Pesbukers? Benarkah Ayu Didepak Karena Tak Disiplin?
Ketty naik ke kelas enam dan dia pulang dengan senyum yang lebar. Namun tak lama. Senyum ini berganti ringis dan tangis, sampai sekarang.
Baca: Mbah Mijan Sebut Sumber Harta Kekayaan Syahrini, Benarkah Dari Seorang Pengusaha Super-Kaya?
Hantaman bola membuat lututnya bengkak.
Menyangka puterinya sekadar terkilir, Nilawaty, ibu Ketty, membawanya ke tukang urut. Bengkak tak juga surut. Malah membuatnya demam.
"Saya kemudian bawa dia ke puskemas. Tetap tak sembuh. Demamnya turun tapi kakinya tetap sakit," kata Nilawaty di rumahnya, Jalan Langkat No 6 Lingkungan IV, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Senin (10/7/2017).
Dari hari ke hari kondisi kesehatan Ketty terus menurun.
Mula-mula hanya nyeri, lalu sakit yang lebih menusuk dan membuatnya sulit berjalan.
Pada satu hari di bulan Februari 2017, Ketty ambruk. Kedua kakinya seperti tak mampu menopang berat tubuhnya.
Untuk pertama kalinya Nilawaty menyadari betapa sakit yang diderita Ketty bukan penyakit biasa.
Dokter yang memeriksa kemudian menyampaikan hal yang membuat dunianya seakan runtuh.
Ketty menderita Osteosarcoma, sejenis kanker agresif yang menyerang tulang-tulang berukuran besar pada bagian yang memiliki tingkat pertumbuhan tercepat, Seperti tulang paha, tulang kering, tulang lutut, tulang bahu, dan tulang panggul.
Osteosarcoma diyakini berangkat kesalahan kode genetik pada DNA seorang anak. Bisa juga disebabkan oleh faktor eksternal, terutama radiasi.
Ketty lahir di Ulim, Aceh Timur, 13 Juli 2005. Nilawaty dan suaminya Dhepriza memberi nama bayi mereka nama Siti Khadijah, mengikut nama istri Nabi Muhammad SAW, agar dapat meneladani perempuan mulia itu.
Bahwa oleh kawan-kawannya Siti Khadijah disapa Ketty yang kesannya jadi agak kebarat- baratan, yang konon berawal dari penggalan 'ti' pada nama depannya (dan entah siapa pula yang kemudian menambahinya dengan 'ket'), tak lantas memelencengkan harapan itu.
Ketty tumbuh menjadi anak yang selalu menyenangkan di antara kawan-kawannya, penurut dan patuh dan hormat pada orangtua dan orang-orang yang lebih tua.
Di sekolahnya, SD Muhammadiyah 04, Medan Belawan, Ketty selalu berprestasi.
"Waktu naik- naikan dari kelas empat ke kelas lima dia rangking tiga umum. Pintar anaknya, banyak punya bakat juga. Dia sering lolos seleksi untk mengikuti berbagai perlombaan. Seperti lomba puisi, menari, dan lainnya," kata Jumini, gurunya.
Menurut Jumini, Ketty menonjol dalam pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.
"Satu kali Ketty pernah bilang dia bercita-cita jadi duta besar," ujarnya.
Penghasilan Minim
Setelah mendapat vonis menderita Osteosarcoma, Nilawaty membawa Ketty ke RSU Martha Friska.
Dua minggu dirawat, dokter merujuknya ke RSU Pusat H Adam Malik.
Alasannya, peralatan medis yang lebih lengkap sehingga memungkinkan dilakukan perawatan yang lebih baik.
Ketty dirawat di sini sampai menjelang lebaran kemarin.
Nilawaty membawanya pulang karena dua alasan. Pertama menyangkut biaya.
Ternyata Ini Dia Sosok Pemilik Leher Pengidap Kanker yang Fotonya Dipajang di Bungkus Rokok
Meski menggunakan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Nilawaty tetap saja harus mengeluarkan biaya.
Ketty dirawat lebih dari satu bulan lamanya di RSUP Adam Malik.
Sepanjang waktu itu, tentu, dia harus keluar uang untuk membeli makanan dan keperluan lainnya.
Bagi kalangan berkecukupan tentu tak ada masalah. Sebaliknya bagi Nilawaty.
Dia bekerja tak tetap. Kadangkala dia mendapatkan pekerjaan menjemur ikan asin di kawasan pergudangan di Gabion Belawan.
Dari pekerjaan ini dia hanya bisa mendapatkan antara Rp 50 ribu sampai Rp 70 ribu per hari.
Bekerja sejak pagi sampai menjelang gelap.
Jika sedang tidak ada pekerjaan di Gabion, dia mencari pekerjaan serabutan lain.
Paling sering menjadi buruh cuci. Di akhir pekan, kadang-kadang dia ditawari untuk membantu-bantu di dapur. Tugasnya angkat cuci piring kotor.
Alasan kedua, Nilawaty khawatir Ketty mengalami depresi lantaran konsisi yang tidak juga membaik.
Kedua kakinya semakin mengecil. Ketty sekarang bahkan sudah tak bisa berjalan sama sekali.
"Kalau mau apa-apa sekarang harus minta tolong mama. Kalau nggak ada mama, terpaksa ditahan-tahan. Lapar atau haus juga ditahan," kata Ketty.
Sering Ketty harus menahan haus dan lapar satu harian. Juga menahan buang air. Apa boleh buat. Jika mendapat pekerjaan tambahan, Nilawaty bisa pulang hingga larut malam.
Adiknya, Reihan, yang kadang-kadang ditinggalkan bersamanya di rumah, tidak dapat membantu apa-apa. Reihan baru empat tahun.
"Mau enggak mau harus kerja juga. Kadang dari jam 8 pagi. Kadang siang baru keluar. Kalau saya kerja, terpaksa Ketty di rumah. Saya kasihan. Kadang nggak tega. Terbayang bagaimana dia kesulitan. Tapi mau bagaimana lagi," katanya.