TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid angkat bicara soal kasus penembakan warga sipil yang melibatkan dua anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL).
Menurut Usman Hamid harus dihentikan istilah oknum bagi institusi TNI atau Polri yang anggotanya terlibat kasus pidana.
Baca juga: Ketidakprofesionalan Polsek Cinangka dan Peran Oknum TNI AL dalam Kasus Penembakan Bos Rental Mobil
"Institusi seperti Polri maupun TNI harus berhenti menggunakan istilah oknum jika ada anggotanya yang terlibat dalam kasus-kasus pidana atau pelanggaran HAM," kata Usman Hamid, Selasa (7/1/2025).
Istilah tersebut dikatakannya cenderung digunakan untuk menghindari tanggung jawab institusi. Ketika ada anggotanya yang tidak menjalankan SOP dengan baik.
Baca juga: Oknum Anggota TNI Tembak Ilyas karena Merasa Dikeroyok, Padahal Sudah Diajak Ngobrol Baik-baik
"Institusi memiliki tanggung jawab terhadap segala tindakan yang dilakukan oleh anggotanya di lapangan. Terlebih jika mereka menggunakan senjata api untuk melakukan tindak pidana pembunuhan atau pelanggaran HAM lainnya," terangnya.
Dinilainya kelalaian Polri dalam mencegah terjadinya penembakan pada 2 Januari 2025 tersebut juga harus menjadi perhatian serius dari institusi kepolisian.
"Kelalaian aparat yang berujung pada kematian warga sipil harus dipertanggungjawabkan secara pidana dan tidak hanya berhenti pada ranah etik," tandasnya.
Sebelumnya Pangkoarmada RI Laksamana Madya TNI Denih Hendrata menyatakan senjata yang digunakan oleh oknum TNI AL dalam kasus penembakan bos rental mobil di KM 45 Rest Area Tol Merak - Tangerang pada tanggal 2 Januari 2025 berstatus resmi.
Denih menjelaskan senjata tersebut adalah senjata inventaris yang melekat pada salah satu tersangka oknum TNI AL yakni Sertu AA.
AA, kata Denih, berasal dari Satuan Kopaska Armada I yang mendapatkan tugas sebagai ADC atau ajudan.
"Sehingga ketika dia dapat tugas, itu sudah SOP senjata itu melekat. Kemudian, tadi sudah dijawab bahwa ini sudah SOP, ada surat perintahnya segala macam. Kemudian, ya tentu bukan senjata rakitan," kata Denih saat konferensi pers di Mako Koarmada RI Jakarta Pusat pada Senin (6/1/2025).
Denih mengatakan untuk itu pihaknya akan melakukan evaluasi terkait penggunaan senjata di jajarannya.
Akan tetapi, ia menjelaskan senjata itu seharusnya digunakan untuk pengamanan diri dan atasan AA.
"Untuk evaluasi nanti kita akan evaluasi bagaimana ke depan terkait dengan senjata api," tegasnya.
Baca juga: Anak Bos Rental Mobil Berharap Panglima TNI Penuhi Janji Pecat dan Penjarakan Anggota yang Terlibat