TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) menyebut penetapannya sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik tanggal 17 Juli 2017 lalu sebagai sebuah pendzaliman.
Ditemui saat rapat pleno Partai Golkar di DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (18/7/2017), Setya Novanto menyebut penetapannya sebagai tersangka tidak berdasar lantaran Nazaruddin dan Andi Narogong telah mencabut berita acara pidana (BAP).
"Fakta persidangan kan sudah menyebut pada tanggal 3 April 2017 saudara Nazar (Muhammad Nazaruddin) telah mencabut dan membatalkan pernyataan-pernyataan dalam BAP. Begitu juga dengan saudara Andi Narogong yang melakukan hal sama pada tanggal 29 Mei 2017," terang pria yang akrab disapa Setnov itu.
Setya Novanto kembali menegaskan bahwa dirinya tak pernah menerima 'fee' sebesar Rp 504,2 miliar atau 11 persen dari dana Rp 2,5 triliun yang digunakan untuk melicinkan proyek E-KTP tersebut.
Setnov meminta agar pengadilan memperhatikan keterangannya dalam persidangan yang menyebut tidak menerima dana korupsi tersebut.
"Itu kan uangnya besar sekali, mau bawa pakai apa, transfernya bagaimana, dan uangnya di mana, kan besar sekali."
"Jadi saya mohon ini jangan dibesar-besarkan keterangan bahwa saya telah menerima, ini adalah sebuah pendzaliman. Dan apa yang telah saya sampaikan dalam persidangan bahwa saya tidak menerima mohon diperhatikan," tegasnya.