Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) didorong untuk mengambil langkah inisitaif memberhentikan jabatan Setya Novanto dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal itu disampaikan aktivis antikorupsi, Hendrik Rosdinar kepada Tribunnews.com, Selasa (18/7/2017).
Namun alangkah jauh lebih terhormat menurut Manajer Advokasi Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi (YAPPIKA) ini, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Setya Novanto harus mundur dari Ketua DPR.
"Secara sistem, MKD juga dapat mengambil langkah inisiatif dengan memberhentikan jabatan Setya Novanto dari Ketua DPR," ujarnya kepada Tribunnews.com.
Langkah inisiatif ini perlu dan penting ditempuh MKD, imbuhnya, demi menjaga marwah lembaga DPR setelah Setya Novanto menjadi tersangka.
Setnov Tak Mundur
Setya Novanto tetap akan menjalankan tugas Ketua DPR meski berstatus tersangka kasus dugaan korupsi.
Novanto terjerat kasus dugaan korupsi e-KTP yang ditangani KPK.
Sikap Novanto itu diketahui dalam jumpa pers pimpinan DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Dalam jumpa pers tersebut, Novanto didampingi empat pimpinan DPR lain, yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan.
Fadli Zon mengatakan, pimpinan DPR sudah menggelar rapat setelah KPK mengumumkan tersangka Novanto.
Pihaknya lalu melihat aturan yang mengatur anggota DPR maupun pimpinan DPR, yakni UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
"Telah kita simpulkan, sesuai UU MD3, adalah hak setiap anggota DPR yang ada di dalam proses hukum untuk tetap menjadi anggota DPR sampai proses hukum itu mengalami keputusan akhir," kata Fadli.