Disepakatinya opsi paket A, menurut Titi, juga berpotensi mengganggu kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu 2019.
"KPU dibayang-bayangi kemungkinan terjadinya perubahan aturan main pemilu akibat adanya putusan MK atas uji materi UU Pemilu," kata Titi, saat dihubungi, Jumat.
Hasil Pemilu 2014 juga dinilai tak relevan jika digunakan untuk Pemilu 2019.
Sebab, perolehan suara partai pada Pemilu 2014 belum tentu sama dengan Pemilu 2019.
Titi mencontohkan, pengalaman Partai Demokrat pada Pemilu 2009 dan 2014.
Demokrat merupakan partai pemenang Pemilu 2009 dan berhasil mendapatkan lebih dari 100 kursi di DPR.
Namun, elektabilitas Demokrat merosot tajam pada Pemilu 2014 dan berimbas pada perolehan suara mereka.
Pada 2014, Demokrat hanya berhasil memperoleh 61 kursi di DPR.
Hal serupa bisa saja terjadi pada PDI-P, partai pemenang Pemilu 2014.
Dukungan publik saat itu belum tentu sama dengan saat ini.
"Hasil Pemilu 2014 itu sudah tidak valid atau kedaluwarsa untuk digunakan dalam Pemilu 2019. Alias sudah kehilangan legitimasi dan relevansi hukum untuk digunakan sebagai basis syarat pencalonan presiden pemilu 2019," papar Titi.
Yusril juga akan gugat UU Pemilu
Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra juga berencana mengajukan uji materi ke MK.
Menurut Yusril, ketentuan presidential threshold bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) jo Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.