TRIBUNNEWS.COM - Seratus lebih TKI yang kerja di Malaysia, ditangkap imigrasi negeri jiran lantaran menyalahi izin kerja. Belakangan mereka tahu ada kongkalikong antara perusahaan penyalur yakni PT Sofia Sukses Sejati dengan perusahaan di Malaysia.
Itu mengapa, beberapa waktu lalu para TKI ini mengadukan persoalan mereka ke pemerintah dan meminta agar penyalur dicabut izinnya.
Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Indonesia (KBR).
Tyas Weningsih Putri, seorang buruh migran berdokumen buruh migran, asal Kendal, Jawa Tengah diboyong ke kantor imigrasi Malaysia bersama 150 rekan-rekannya.
Ia ditangkap dengan alasan penyalahgunaan izin kerja.
Padahal, ia sendiri merasakan kerugian. Upahnya seenaknya dipotong untuk hal-hal yang tak tertera di kontrak. Sesuai kontrak, gaji yang didapat sebesar 900 Ringgit atau Rp2,8 juta/bulan. Jika lembur dua jam, ditambah 338 Ringgit atau Rp1 juta/hari.
“Pas (kerja) di Maxim, di kontrak kerja kan kalau ada potongan itu juga paling hanya potongan perusahaan 300 ringgit, makan 200 ringgit dan levy (pajak bagi pekerja asing) 104 ringgit. Tapi pas sudah di sana ada lagi potongan-potongan lainnya. Seperti kamar yang ber-AC ada potongan 50 ringgit, kalau ngelakuin kesalahan kecil juga dipotong gajinya,”
Total upah yang dipangkas 604 Ringgit atau Rp1,8 juta. Maka upah yang ia terima tersisa 296 Ringgit atau Rp921 ribu. Untuk itu, ia rela lembur saban hari.
Pengalaman serupa juga dialami Uli Amalia. Sama-sama bekerja di PT Maxim Birdnest Malaysia, dia mesti lembur tanpa dibayar.
Padahal, sehari mereka sudah bekerja delapan jam dan jika ditambah lembur maka totalnya sepuluh jam.
Selama dua bulan, mereka mendekam di tahanan imigrasi Malaysia. Hingga akhirnya dipulangkan ke Indonesia setelah KBRI di Kuala Lumpur memenangkan gugatan atas 150 TKI yang dituduh melanggar ke-imigrasian saat bekerja di PT Maxim Birdnest, di Mahkamah Sepang.
Hanya saja, menangnya pemerintah justru tak membahagiakan para TKI. Sebab, asuransi yang mesti dibayar PT Maxim Birdnest, tak kunjung dilakukan.
Kuat diduga pula, penyalur yang memberangkatkan para TKI bekerjasama dengan PT Maxim. Itu mengapa, belakangan mereka menuntut agar PT Sofia Sukses Sejati, dicabut izinnya.
Pendamping dari LSM Migrant Care, Nur Harsono, menyebut PT Sofia Sukses Sejati terbukti melanggar kontrak kerja. Sebab, sejak awal mereka dijanjikan bekerja sebagai buruh pabrik elektronik bukan di perusahaan sarang burung walet.
Migrant Care pun minta pemerintah memfasilitasi pencairan uang asuransi 150 TKI yang diberangkatkan PT Sofia Sukses Sejati. Asuransi yang harus dibayarkan per-orangnya sekitar Rp7.500.000.
Direktur Perlindungan BNP2TKI, Teguh Hendro Cahyono, pun menjanjikan semua TKI akan mendapat haknya. Meski begitu, pemerintah perlu melakukan pengecekan terlebih dahulu, apakah TKI sudah menerima pesangon dari perusahaan atau tidak. Jika sudah menerima, maka asuransi tidak wajib mengganti.
Pihak asuransi juga akan menganti jika pesangon yang dibayarkan kurang dari ketentuan yang ada. Sesuai dengan Permenakertrans No 7 Tahun 2010 tentang asuransi Tenaga Kerja Indonesia, jika masa kerja tertentu itu dihitung 40 persen dari 25 juta dari asuransi maksimal. Teguh menghitung para TKI akan mendapatkan asuransi sebesar 7,5 juta perorangnya.
Berdasarkan data yang diperoleh Migrant Care, pencairan dana asuransi sudah dilakukan untuk beberapa buruh migran sesaat sebelum hari raya lalu. Namun pembayaran itu baru kepada 20 buruh migran, dari yang seharusnya 150 orang.