Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yusril Ihza Mahendra mewakili ormas Hizbut Thahrir Indonesia (HTI) menjalani sidang pendahuluan permohonan uji materiil Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 mengenai ormas di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2017).
Dalam sidang yang diketuai hakim ketua Arief Hidayat itu, Yusril yang mendampingi Sekretaris Umum HTI Ismail Yusanto membeberkan pasal-pasal yang harus dibatalkan karena menurutnya mencoreng hak asasi manusia (HAM).
"Dalam permohonan ini kami meminta MK menguji pasal 59 Ayat 4, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 80, dan Pasal 82 A," jelas Yusril saat ditemui usai sidang.
Lebih lanjut Yusril menjelaskan ada dua pasal yang menjadi prioritas pihaknya agar dibatalkan oleh MK.
"Yang menjadi prioritas adalah Pasal 59 Ayat 4 yang multitafsir yakni berbunyi menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila. Lewat pasal itu pemerintah bisa sesuka hati menafsirkan seperti apa."
"Kalau pemerintah meminta kita taat pada pemimpin seperti Kim Jong Il bisa repot kita," terangnya.
Tak Disangka Para Artis Ini Seumuran Loh, Nomor 5 Idola Banget! https://t.co/lE0APoc6qi via @tribunnews
BERITA REKOMENDASI— TRIBUNnews.com (@tribunnews) July 26, 2017
Bahkan melalui Pasal 82 A Yusril menilai pemerintahan Joko Widodo kali ini sebagai yang paling otoriter sepanjang masa dalam hal memidanakan tokoh-tokoh ormas yang dibubarkan.
"Dalam Pasal 82 A itu menyebut anggota dan ketua ormas yang dibubarkan akan dipidana selama lima tahun serta paling lama 20 tahun. Sepanjang berdirinya Indonesia tidak pernah ada rezim yang melakukan hal itu."
"Seperti ketika Masyumi dibubarkan Sjafrudin Prawiranegara tidak ditangkap. Beliau ditangkap karena keterlibatan dalam PRRI, bukan karena Masyumi," tegasnya.