TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertemuan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Kamis (27/7/2017) malam masih jauh untuk dispekulasi sebagai koalisi.
Ahli Hukum Tata Negara, A. Irmanputra Sidin menilai pertemuan SBY-Prabowo hanyalah pertemuan dua jenderal dan dua ketum Partai yang merasa memiliki kewajiban konstitusional mengontrol pemerintahan yang berkuasa.
"Hal ini tentunya positif guna membangun sistem pembatasan kekuasaaan atau institusionalisme bagi pemerintahan yang berkuasa," ujar Irmanputra Sidin, kepada Tribunnews.com, Jumat (28/7/2017).
Kewajiban kedua tokoh itu tidak lain, agar pemerintah berkuasa tidak menggunakan kekuasaan ysng dimilikinya guna kepentingan politik penguasa namun harus tetap berada di koridor konstitusional.
Sebelumnya Prabowo Subianto bertemu SBY di kediaman SBY di Puri Cikeas, Bogor, Kamis (27/7/2017) malam.
Di pertemuan yang dihadiri para petinggi kedua partai politik tersebut, SBY menyinggung sejumlah hal.
Antara lain tentang kekuasaan pemerintah yang tidak boleh mutlak alias tanpa batas dan harus diawasi oleh masyarakat termasuk oleh partai politik.
"Saya harus sampaikan bahwa power must not go uncheck. Saya ulangi sekali lagi. Power must not go uncheck," kata SBY usai pertemuan tertutup dengan Prabowo.
"Artinya apa, kita, kami, harus memastikan bahwa penggunaan kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan itu tidak melampui batas, sehingga cross the line (melewati batas), sehingga masuk yang disebut abuse of power (penyimpangan kekuasaan)," ujar SBY.
"Artinya apa, kita, kami, harus memastikan bahwa penggunaan kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan itu tidak melampui batas, sehingga cross the line (melewati batas), sehingga masuk yang disebut abuse of power (penyimpangan kekuasaan)," ujar SBY.