TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konsitusi Hamdan Zoelva mengatakan, menurut UU Partai politik perselisihan internal partai politik hanya bisa diselesaikan lewat Mahkamah Partai.
Dirinya menjelaskan, menurut hukum kewenangan Mahkamah Partai adalah bersifat absolut.
"Lembaga peradilan lain tidak memiliki wewenang untuk mengadili masalah internal parpol. Kecuali, penyelesaian oleh Mahkamah Partai itu tidak tercapai, dalam hal ini Mahakmah Partai tidak bisa menjatuhkan putusan, baru dapat diajukan ke Pengadilan negeri," kata Hamdan.
Menurutnya, sesuai UU Parpol juga menentukan bahwa putusan pengadilan negeri, adalah putusan pertama dan terakhir dan tidak bisa di lakukan banding atau kasasi.
"Hal tersebut dipertegas oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No.4/2016 yang harus menjadi pegangan seluruh jajaran lembaga peradilan," katanya.
Sementara, kuasa Hukum PPP kubu Djan Faridz Neshawaty Arsyad menerangkan bahwa seharusnya Menkumkam langsung mengesahkan PPP kepengurusan Djan Faridz begitu MA mengeluarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
"Sebagaimana permohonan Pengesahan Pengurusan PPP yang kami ajukan ke MENKUMHAM tanggal 28 Oktober 2015," katanya.
Oleh karenanya ,PPP kubu Djan Faridz lalu mengajukan permohonan eksekusi ke PTUN Jakarta dan permohonan eksekusi digelar pada Rabu (9/8).
Melalui upaya hukum tersebut, PPP Djan Faridz meminta pengadilan untuk memerintahkan Menkumham melaksanakan keputusan Mahkamah Agung secara sempurna dan benar.
"Kita ke pengadilan ini meminta pengadilan untuk memerintahkan Menkumham melaksanakan keputusan Mahkamah Agung secara sempurna dan benar," terang Djan Faridz.
Menurutnya, proses peradilan itu terjadi sebab putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 504K/TUN/2015 “Tidak Dilaksanakan Sebagaimana Mestinya” oleh Menkumham.
Djan Faridz juga mengaku siap melakukan langkah hukum jika putusan MA tersebut tidak segera dilaksanakan.
"Siapa itu yang tidak melaksanakan itu? Menteri. Kalau dia tidak segera melakukan. Lawyer (kuasa hukum) saya pasti akan mengajukan gugatan hukum," ujar Djan Faridz.
Sengketa ditubuh PPP berawal dari munculnya polemik dalam tubuh PPP antara Djan Faridz dan juga Romahurmuziy.
Polemik kemudian berlanjut saat Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan Surat Keputusan Nomor M.HH-06-AH.11.01 Tahun 2016 tentang Pengesahan Susunan Personalia Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan masa bakti 2016-2021 tanggal 27 April 2016. SK tersebut menyatakan Romahurmuziy sebagai Ketua Umum PPP yang sah.
Djan Faridz kemudian mengajukan gugatan pada PTUN Jakarta. Gugatan tersebut kemudian dikabulkan oleh PTUN Jakarta yang putusannya dibacakan pada tanggal 22 November 2016.
Pengadilan membatalkan SK Menkumham mengenai kepengurusan PPP versi Romahurmuziy.
Atas putusan tersebut, Kemenkumham dan juga PPP versi Romahurmuziy kemudian mengajukan banding ke PTTUN Jakarta. Banding tersebut kemudian dikabulkan oleh majelis hakim.