TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Gerindra Nizar Zahro menilai pemerintah terlalu ambisius dalam menetapkan pertumbuhan ekonomi makro. Dalam Nota Keuangan yang dibacakan oleh Presiden Jokowi, ditargetkan mencapai 5,4 persen.
Padahal pada tahun 2017 semester I, pertumbuhannya dibawah 5 persen.
"Dengan daya beli masyarakat yang saat ini melemah, target itu sangat ambisius dan tidak realistis," kata Nizar melalui pesan singkat, Kamis (17/8/2017) .
Baca: Begini Potret Serunya Anies Baswedan Ikut Lomba Tarik Tambang Meriahkan HUT RI
Anggota Komisi V DPR itu mengatakan nota keuangam RAPBN 2018 ditetapkan Rp. 2.204,4 Triliun. Anggaran negara sebesar itu dalam pidato Jokowi akan digunakan untuk pengurangan kemiskinan dan kesenjangan.
Hanya saja, Nizar pesimis pemerintah bisa menekan indeks rasio gini. Sebab menurutnya hanya segelintir orang saja yang menguasai kekayaan di Indonesia.
Baca: Puluhan Peserta Upacara HUT RI Pingsan gara-Gara Belum Sarapan
"Tugas berat pemerintah memang mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Melihat nota keuangan yang disampaikan Jokowi, sulit untuk menekan kesenjangan. Tidak ada terobosan program dari pemerintah untuk mengurangi kesenjangan," paparnya.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini menyampaikan kemiskinan di Indonesia berdasarkan data BPS pada maret 2017 mencapai 27,77 juta.
Angka yang menurut Nizar masih sangat tinggi bila melihat kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Bahkan, pihaknya meyakini kemiskinan tidak hanya dilihat secara statistik. Melainkan harus dilihat secara nyata di masyarakat.
"Karenanya kami mendesak pemerintah agar kebijakan yang dikeluarkan lebih berpihak pada masyarakat dibandingkan segelintir orang yang mengusai kekayaan Indonesia," pungkasnya.