TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengimbau kepada berbagai pihak agar tidak langsung memberikan penilaian negatif terhadap dana desa.
Mardali Ali Sera mengakui memang ada kasus yang menyangkut dana desa.
Menurut Mardani, tentu itu belum bisa dijadikan patokan untuk menilai apalagi dana desa baru bergulir dua tahun.
"Kalau kita bawa air satu tangki, kebuang satu ember jangan mikirin satu embernya. Tapi mikirin satu tangkinya. Tetapi tetap harus dilihat bocornya dimana. Jangan sampai memang tangkinya yang bocor, berat sekali," kata Mardali Ali Sera saat diskusi bertajuk 'Dana Untuk Siapa' di Cikini, Jakarta, Sabtu (19/8/2017).
Walau angka laporan yang masuk ke Kementerian Desa kecil, Mardani mengingatkan itu bukan sebagai jaminan bahwa dana desa telah diawasi secara baik.
Transparansi masih sesuatu yang harus diwaspadai.
Secara khusus, Mardani mengungkapkan masih banyak kepala desa yang kaget karena harus mengelola dana desa.
Baca: Jadi Tersangka Korupsi Dana Desa, Dua Kades Ini Masih Bisa Tersenyum
Ibaratnya, seseorang belum pernah menyetir dan tidak memiliki Surat Izin Mengemudi A namun orang tersebut langsung diberi mobil dan disuruh membawa mobil tersebut.
"Ya peluang nabraknya gede. Karena itu sebenarnya keadaan sekarang darurat. Pemerintah sedang darurat. Bukan dana desa ya darurat (tapi) SDM desa yang harus jadi motor penggerak ekomomi tapi sebagaimana yang disinyalir KPK ini jadi penyebaran virus korupsi yang tadinya di pusat menjadi masif di desa-desa," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan lima tersangka setelah menggelar operasi tangkap tangan terkait dana desa di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Rabu (2/8/2017).
Kelima orang tersebut adalah Bupati Pamekasan Achmad Syafii dan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya sebagai tersangka.
Kemudian, Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan, Sucipto Utomo, Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi, dan Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Kabupaten Pamekasan Noer Solehhoddin.