Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah tokoh dan pejabat negara menghadiri acara festival prestasi Indonesia yang digelar Unit kerja presiden pembinaan ideologi Pancasila di JCC Senayan, Jakarta, Senin, (21/8/2017).
Mereka yang hadir diantaranya dua pembina UKP PIP, yakni Wakil Presiden ke-6 RI Try Soetrisno dan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.
Selain itu hadir juga Wakil Ketua MPR Hidayat Nut Wahid, Ketua DPD Oesman Sapta, Menko bidang Maritim Luhut binsar pandjaitan, Ketua MK Arief Hidayat, Irwasum Polri Komjen Dwi Priyatno, dan lainnya.
Baca: Megawati Hingga Istri Gusdur Hadiri Dalam Festival Prestasi Indonesia
Dalam acara festival tersebut dipilih 72 orang yang mewakili ikon prestasi Indonesia. Delapan orang dipanggil ke podium untuk mewakili 72 ikon tersebut.
Dalam sambutannya kepala UKP PIP, Yudi Latief mengatakan festival digelar dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang ke-72.
Menurutnya pancasila merupakan energi positif mempersatukan bangsa Indonesia.
Baca: Festival Prestasi Indonesia Hadirkan 72 Ikon dan Ratusan Anak-anak Berbaju Adat
"Manakala kehidupan publik diwarnai dengan perkembangan isu-isu yang negatif, maka sudah sepatutnya kita mengarus utamakan energi positif berlandaskan smangat pancasila.," katanya.
Selain itu menurut Yudi sekarang ini yang dibutuhkan adalah semangat gotong royong. Selama ini menurut Yudi energi kita habis untuk hal yang remeh temeh.
"Warisan terbaik bangsa bukan politik ketakutan tapi politik harapan, kita merdeka di atas tiang-tiang harapan. Menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Dan utntuk mencapai itu dibutuhkan adalah semangat membanting tulang bersama, " katanya.
Baca: Buka Festival Prestasi Indonesia, Ratusan Anak Nyanyikan Lagu Nasional
Adapun menurut Yudi pemilihan 72 Ikon orang yang berprestasi, karena selama ini Indonesia sering menaruh dirinya terlalu kecil. Padahal menurutnya Indonesia merupakan bangsa yang besar dan banyak orang yang berprestasi.
"Bangsa ini kehilangan kebanggaan kepada dirinya sendiri. Bukan karena Indonesia tidak ada orang berprestasi. Tapi orang-orang berprestasi tidak mendapatkan kesempatan untuk ditampilkan di ruang publik. Maka kemudian kita terjebak di dalam kultur negatif, Kultur pecundang," katanya.